Minggu, 13 Maret 2022

Technology Clearing House (TCH)

 TECHNOLOGY CLEARING HOUSE (TCH)

Oleh: Susalit Setyo Wibowo


A. Pendahuluan

Pasar bebas telah terjadi dan dapat kita rasakan saat ini. Dengan melihat perkembangan teknologi informasi dan komunikasi saat ini dan ke depan maka akan lebih mendorong kebebasan pasar yang tidak lagi dibatasi oleh ruang dan waktu. Di satu sisi, kondisi ini memberi dampak positif yakni untuk keperluan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan manusia, tetapi di sisi lain, kondisi ini memberi dampak negatif yakni masuknya barang impor tanpa melalui proses skrining teknologi yang tidak menguntungkan bagi industri yang memproduksi barang sejenis di dalam negeri, serta dapat beredarnya barang impor dengan harga murah tetapi tidak memenuhi standar kualitas yang ditentukan di Indonesia (SNI).  

Disamping itu, untuk diterapkannya suatu teknologi yang baru masuk ke wilayah tanah air dibutuhkan kecermatan dalam menganalisis resikonya. Informasi perlu terbuka terhadap masyarakat mengenai manfaat dan resiko teknologi yang akan digunakan termasuk dalam pemakaian jangka panjang dan yang berkaitan dengan Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L). Diperlukan prediksi resiko agar dapat dibuatkan prosedur penanganan resiko hingga mencapai tingkat yang dapat diterima (acceptable) terutama oleh masyarakat dan dapat dikelola (manageable); dan mengatasi resiko guna pengembangan teknologi dengan tingkat keamanan lebih tinggi. Untuk itu diperlukan suatu lembaga yang memiliki otoritas atau pendukung dalam menyatakan bahwa suatu teknologi “laik” dan “layak” atau tidaknya untuk diterapkan di Indonesia, atau untuk konteks tertentu di Indonesia.

Banyak pihak menilai bahwa suatu technology clearing house memiliki peran yang sangat penting. Tapi apa sebenarnya dan siapa yang mengelolanya? Saya ingin mengawali diskusi ini dengan penjelasan singkat.

 

 Gambar 1. Pola pengelolaan pelaksanaan Technology Clearinghouse (Sumber: http://tatang-taufik.blogspot.com/2009/01/technology-clearing-house.html)

 

Technology clearing house pada dasarnya adalah suatu lembaga atau organisasi (atau pengorganisasian) yang :

1.  Berperan melakukan clearance test bagi teknologi. Jadi dalam hal ini, lembaga tersebut berperan (diberi kewenangan) untuk menilai dan menyatakan bahwa suatu teknologi “laik” untuk diterapkan di suatu negara atau untuk konteks tertentu di suatu negara; dan/atau

2.  Berperan memfasilitasi penghimpunan dan pertukaran informasi, keahlian dan/atau produk teknologi tertentu.

 

B. Peran Dalam Clearence Test

Adanya peran technology clearing house demikian pada dasarnya diperlukan untuk (atas dasar) kepentingan nasional (national interest), seperti kepentingan publik tertentu (misalnya kesehatan, keamanan, dan keselamatan), kemandirian teknologi, pengembangan industri dalam negeri, peningkatan efektivitas, efisiensi dan keterpaduan difusi teknologi (termasuk informasi teknologi), dan lainnya. 

Apa arti istilah berikut ini Technology Clearance (TC), Technology Clearing House (TCH), Clearance Test,Technology Screening? Kegiatan Technology Clearance (TC) merupakan kajian dalam membentuk kelembagaan Technology Clearing House. Sebagai catatan, clearance testtechnology clearancetechnology screening; dalam bahasa Indonesia: penilaian/penapisan teknologi, adalah “rangkaian proses yang dimulai dari pengembangan dan penerapan indikator penilaian yang dilakukan secara tertib dan terkoordinasi dalam menyatakan bahwa suatu teknologi “laik” atau tidak untuk diterapkan di Indonesia atau untuk konteks tertentu di Indonesia”.

Untuk memperoleh hasil Technology Clearance Test, harus dilakukan proses audit teknologi terlebih dahulu, dimana audit teknologi tersebut merupakan bagian dari pengkajian dan penerapan teknologi. Lembaga yang dapat melakukan Technology Clearance Test harus mampu melakukan audit teknologi, dan lembaga yang boleh melakukan audit teknologi harus mampu melakukan pengkajian dan penerapan teknologi.

 

Definisi Audit Teknologi

Definisi audit teknologi menurut Tarek M. Khalil (2000), audit teknologi didefinisikan sebagai suatu analisis yang dilaksanakan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari suatu aset teknologi dalam suatu organisasi atau perusahaan yang dimaksudkan mengkaji posisi organisasi atau perusahaan terhadap kompetitor atau state of the art.

Definisi audit teknologi menurut Vassilis Kelessidis (2000), audit teknologi adalah suatu metode yang mengidentifikasi titik kekuatan dan kelemahan melalui kajian khusus dan umum dari ‘basic know how' perusahaan (manajemen, pemasaran, sumber daya manusia, dan lain-lain).

Definisi audit teknologi menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019, Audit Teknologi adalah proses yang sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif terhadap aset Teknologi dengan tujuan menetapkan tingkat kesesuaian Teknologi dengan kriteria dan/atau standar yang telah ditetapkan serta penyampaian hasil kepada pengguna yang bersangkutan.

 

 Audit teknologi dilakukan dalam kerangka bisnis, atau dalam kerangka menjalankan tugas negara.Secara umum, audit teknologi nasional dilakukan dengan tujuan meningkatkan daya saing industri, melindungi publik atas dampak teknologi, dan melindungi aset negara.

Technology Clearing House (TCH) disebut sebagai suatu institusi atau organisasi (atau pengorganisasian) yang berperan dan mempunyai kewenangan untuk menilai dan menyatakan bahwa suatu teknologi “laik” untuk diterapkan di suatu negara atau untuk konteks tertentu di suatu negara. Adanya peran Technology Clearing House tersebut pada dasarnya diperlukan untuk (atas dasar) menjamin agar faktor-faktor yang menjadi bahan pertimbangan sebelum menerapkan suatu teknologi dapat dipenuhi terlebih dahulu.

Dalam kegiatannya lembaga ini mempunyai mekanisme kerja kelembagaan yang memperhatikan beberapa faktor, yakni Umur Pakai Teknologi (Technology Lifetime), Keamanan Teknologi (Technology Safety) dan Tingkat Kesiapan Teknologi (Technology Readiness Level). Tiga faktor ini menyangkut kelaikan teknologi dan perlindungan terhadap konsumen teknologi.

Berikut ini penjelasan terkait manfaat dari Umur Pakai Teknologi (Technology Lifetime), Keamanan Teknologi (Technology Safety) dan Tingkat Kesiapan Teknologi (Technology Readiness Level): 

  • Manfaat Technology Lifetime. Salah satu kriteria dalam melakukan penilaian teknologi atau produk teknologi untuk keperluan sehari-hari adalah usia pemakaiannya, yakni seberapa lama teknologi atau produk teknologi tersebut dapat bertahan untuk dipergunakan. Umumnya teknologi atau produk teknologi sehari-hari yang digunakan dengan harga mahal akan bertahan lama usia pakainya, dan ini merupakan hal yang wajar. Akan tetapi apabila ada teknologi atau produk teknologi dengan harga yang berada di bawah rata-rata, akan tetapi memiliki lifetime yang panjang bahkan dapat melebihi teknologi atau produk teknologi dengan harga yang lebih mahal, jarang diketemukan. Teknologi atau produk teknologi yang digunakan sehari-hari akan memiliki lifetime panjang atau pendek bukan semata-mata ditentukan oleh harganya, akan tetapi bagaimana cara memperlakukan teknologi atau produk teknologi tersebut. Lima manfaat umur pakai teknologi yakni untuk perlindungan konsumen, mengukur kualitas produk, keamanan pelanggan, kelangsungan pelanggan, dan tingkat kepuasan pelanggan.
  • Manfaat Technology Safety. Tidak ada barang atau suatu benda yang mempunyai tingkat kesalahan nol. Benda atau suatu objek yang dirancang dan dibuat oleh manusia umumnya mempunyai kesalahan (sekecil apapun kesalahannya). Manusia tidak lepas dari membuat kesalahan, disebabkan oleh keterbatasannya dalam hal kecepatan, ketelitian, kekonsistenan, daya tahan memproses, dan kemampuan mengingat.Tingkat kompleksitas teknologi yang semakin tinggi, dan semakin terintegrasinya teknologi menyebabkan kesalahan pada satu komponen berakibat pada kegagalan pada sistem secara keseluruhan.Beberapa kegagalan teknologi terjadi saat implementasi atau saat digunakan oleh manusia. Hal tersebut mengakibatkan pembuat teknologi mengganggap bahwa teknologi yang dibuat sudah aman dan tidak menyadari bahwa kesalahan yang tidak nampak itu pada suatu kondisi akan mengakibatkan bencana atau kecelakaan. Contohnya pada kasus teknologi airbag control, dimana fasilitas airbag tiba-tiba mengembang sendiri pada suatu kondisi tertentu. Technology Safety menyangkut Validasi dan Verifikasi (V&V) (Boehm, 1979). Terkait validasi, apakah teknologi atau produk teknologi yang benar sudah dibangun atau sudah dihasilkan prototipe-nya? Terkait verifikasi, apakah teknologi atau produk teknologi yang dibangun sudah benar? Validasi merupakan proses yang melibatkan pemeriksaan/inspeksi bahwa perangkat teknologi yang diimplementasikan sudah sesuai dengan harapan pelanggan. Dan, verifikasi merupakan proses yang melibatkan pemeriksaan/inspeksi bahwa perangkat teknologi sudah sesuai dengan spesifikasi yang diinginkan. 
  • Manfaat Technology Readiness Level. Tingkatan Kesiapan Teknologi merupakan suatu sistem pengukuran sistematis yang mendukung penilaian kematangan atau kesiapan suatu teknologi tertentu dan perbandingan kematangan atau kesiapan antara jenis teknologi yang berbeda. Dalam realita, mengenai Tingkat Kesiapan Teknologi ada ketidak sepahaman antara pihak penyedia dan pengguna, dan boleh jadi juga menyangkut pihak lain yang berkepentingan. Kesiapan Teknologi (Technology Readiness) dapat diartikan sebagai seberapa siap/matang suatu teknologi untuk bisa diterapkan. Pengertian ”kesiapan” menunjukkan adanya kemungkinan perbedaan antara “siap”, “tidak siap” dan “belum siap”-nya suatu teknologi” atau perbedaan “tingkatan kesiapan teknologi” untuk dimanfaatkan atau diterapkan sesuai kegunaannya. Konsep kesiapan ini perlu dikembangkan untuk dapat ditafsirkan secara sama oleh pihak yang berkepentingan. Perbedaan penafsiran mungkin saja terjadi antara pihak penyedia teknologi dengan pengguna/calon pengguna teknologi.Penyedia teknologi dapat mengartikan bahwa hasil litbangnya (proses pembuatan produk atau prototipe teknologi) sebagai teknologi yang dapat diterapkan.Sementara pihak pengguna/calon pengguna belum menganggapnya sebagai teknologi yang siap untuk diterapkan dan memenuhi kebutuhannya. Di Indonesia, pemanfaatan Tingkatan Kesiapan Teknologi (TKT), khususnya dalam bidang iptek akan sangat membantu dalam rangka persiapan dan pematangan suatu teknologi untuk siap didifusikan atau tidak.

 

C. Peran Dalam Akses Informasi Teknologi dan Pemanfaatan Teknologi

Bagi komunitas pengguna teknologi, adanya organisasi yang menjalankan technology clearing house dapat memfasilitasi akses (dalam arti tingkat kemudahan, keterjangkauan, kecepatan) terhadap informasi teknologi dan pemanfaatan teknologi itu sendiri, dan/atau kepakaran yang terkait dengan teknologi. Jadi, tentunya technology clearing house memiliki peran penting dalam pengembangan atau penguatan sistem inovasi di suatu negara. Technology clearing house bisa beroperasi dalam spektrum bidang teknologi yang luas atau spesifik.

        Open innovation (inovasi terbuka) merupakan sebuah fenomena yang telah memiliki peran semakin penting baik secara  teori maupun praktek (Enkel, 2009). Pada model open innovation dan konsep innovasi lainnya yang senada adalah bagaimana organisasi atau perusahaan menggunakan ide dan pengetahuan dari aktor luar pada proses inovasi (Lauren and Salter, 2006). Dengan kata lain maksud dari open innovation, bahwa perlu membuka batas untuk menghadirkan arus pengetahuan bernilai dari luar dalam rangka menciptakan peluang untuk kerjasama proses inovasi dengan rekanan, konsumen dan/atau pemasok (Enkel, 2009). 

        Ide dari clearinghouse kekayaan intelektual (intellectula property) baru-baru ini dibahas oleh sejumlah penulis (Graff dan Zilberman, 2001; OECD, 2002; Krattinger, 2004; Van Overwalle dkk., 2006; van Zimmeren dkk., 2006; Dequiedt et al., 2007) untuk mengatasi inefisiensi ekonomi yang diidentifikasi muncul dari proliferasi hak kekayaan intelektual. Clearinghouse kekayaan intelektual dapat dilakukan apabila ada Publication Pool dan Patent Pool.

           Publikasi dan hak kekayaan intelektual yang dihasilkan oleh para inventor di lingkungan universitas dan lembaga litbang (penelitian dan pengembangan) ini selanjutnya akan dikelola dalam Publication Pool dan Patent Pool. Publication Pool dan Patent Pool ini sangat dibutuhkan bagi Lembaga Intermediasi Alih Teknologi (Technology Transfer Office) dalam rangka mengembangkan Lisensi Multi-Paten (multi-patent licence), pola ini merupakan suatu moda inovasi terbuka (open innovation).  

        Disamping itu, Publication Pool dan Patent Pool merupakan suatu sumber informasi berharga bagi para peneliti di universitas dan lembaga litbang yang selanjutnya sebagai pemicu ide-ide baru dalam pengembangan teknologi. 

 

(a)

(b)

Gambar 2. (a). penggabungan lebih dari satu paten tanpa melalui suatu patent pool; (b). penggabungan lebih dari satu paten dengan melalui patent pool.

 



(a)

(b)

Gambar 3. (a). Mekanisme lisensi paten tanpa clearinghouse; (b). Mekanisme lisensi paten dengan clearinghouse.

 

        Patent Pool sebagai suatu moda inovasi terbuka (open innovation) dapat difungsikan sebagai pengelolaan perjanjian antara dua atau lebih pemilik paten melisensi satu atau lebih paten-nya kepada pihak pengguna sehingga dapat menghasilkan imbalan dalam bentuk royalti. Patent Pool pada umumnya dipahami sebagai kesepakatan antara dua atau lebih pemegang paten untuk menggabungkan beberapa atau semua paten mereka untuk tujuan pemberian lisensi silang. Peserta Patent Pool biasanya mentransfer kekayaan intelektual (Intellectual Property) mereka ke usaha patungan. Usaha patungan ini dalam bahasa sehari-hari dikenal sebagai Patent Pool. Tujuan dari Patent Pool adalah untuk memfasilitasi pembagian dan transfer kekayaan intelektual dan, pada akhirnya, memfasilitasi inovasi dengan gangguan minimal dari masalah hukum terkait kekayaan intelektual. Patent Pool ini telah dilakukan oleh Sony, Philips dan Pioneer untuk penemuan penting terkait spesifikasi standar DVD-Video dan DVD-ROM.

        Patent Pool sering didasarkan pada teknologi atau standar tertentu. Untuk memperoleh satu lisensi dari kumpulan paten berarti penerima lisensi memiliki akses ke semua kekayaan intelektual (intellectula property) yang tercakup oleh paten di Patent Pool dan lisensi terstandarisasi biasanya ditawarkan kepada siapa saja yang menginginkannya. 

 

Gambar 4. Lisensi paten melalui Patent Pool.

(sumber: https://www.ntt-review.jp/archive/ntttechnical.php?contents=ntr200707gls.html)

 

        Selama 25 tahun terakhir beberapa pemilik paten telah membentuk lusinan kumpulan paten atau Patent Pool, dimana kelompok pemegang hak menawarkan kepada pasar satu lisensi standar untuk paten mereka dan program lisensi bersama. Dengan demikian, pools telah memfasilitasi ribuan lisensi yang saling menguntungkan, tidak terbebani oleh inefisiensi litigasi atau perselisihan lainnya, dan telah memungkinkan adopsi luas dari teknologi inovatif yang bermanfaat. Namun terlepas dari ini, ada beberapa pihak lain yang menyuarakan ketidakpercayaan mereka terhadap model dan potensi penyalahgunaan.

        Dalam rangka untuk memfasilitasi penghimpunan dan pertukaran informasi keahlian dan/atau produk teknologi tertentu, serta menilai kelayakan suatu teknologi yang dikembangkan melalui penggabungan lebih dari satu paten, maka dibutuhkan Kliring Teknologi (Technology Clearinghouse). 

 

D. Lembaga Pengelola Technology Clearinghouse

        Lembaga Pengelola Kliring Teknologi (Technology Clearinghouse) penting dibentuk berdasarkan Peraturan Perundang-undangan. Lembaga ini bertanggungjawab terhadap kepentingan nasional, yaitu:

  • Perlindungan publik dari dampak negatif pemanfaatan teknologi dari luar maupun yang dikembangkan di dalam negeri. Dengan Kliring Teknologi (Technology Clearinghouse) maka diharapkan kepentingan nasional (national interest) dapat terjaga dengan baik, seperti kepentingan publik tertentu (misalnya kesehatan, keamanan, dan keselamatan), kemandirian teknologi, pengembangan industri dalam negeri, peningkatan efektivitas, efisiensi dan keterpaduan difusi teknologi (termasuk informasi teknologi), dan lainnya.
  • Meningkatkan pelaksanaan open innovation (inovasi terbuka), yaitu memfasilitasi akses (dalam arti tingkat kemudahan, keterjangkauan, kecepatan) terhadap informasi teknologi dan pemanfaatan teknologi, dan/atau kepakaran yang terkait dengan teknologi

             Sebelum dilebur kedalam BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi) mempunyai lima peran, yakni: Intermediasi, Technology Clearing House (TCH), Pengkaji, Audit, dan Solusi Teknologi. Sebagai lembaga pelaksana Technology Clearing House, BPPT memiliki peran melakukan Clearance Test bagi teknologi sebagai otoritas atau pendukung dalam menyatakan bahwa suatu teknologi laik atau tidak untuk diterapkan di Indonesia atau untuk konteks tertentu di Indonesia, misalnya berdasarkan tujuan perlindungan kepentingan masyarakat dan lingkungan hidup dari segi keselamatan, kesehatan, keamanan bagi masyarakat atau kelestarian lingkungan hidup, serta memfasilitasi pertukaran informasi, keahlian atau produk teknologi tertentu. (http://www.bppt.go.id). Dengan leburnya BPPT kedalam BRIN, maka praktis fungsi TCH untuk menetapkan sebuah teknologi laik atau tidak untuk diterapkan di Indonesia akan melemah atau bahkan tidak ada, karena banyak SDM yang memiliki kompetensi dan pengalaman yang dimiliki oleh BPPT dulu menyebar ke berbagai Organisasi Riset maupun Pusat Riset yang tupoksi (tugas pokok dan fungsi) sama sekali sangat berbeda, yaitu hanya melakukan riset saja. Sedangkan Direktorat Audit Teknologi & Alih Teknologi yang ada dalam Kedeputian di BRIN tidak akan sanggup melakukan apa yang telah dilakukan oleh BPPT dahulu, karena kurang didukung oleh SDM dan fasilitas yang memadai.

            BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) merupakan suatu badan yang melakukan TCH pada obat, makanan, kosmetika di Indonesia. Fungsi BPOM berdasarkan Keputusan Presiden RI No. 64/2005 dan No. 103/2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen (http://www.pom.go.id).

            BKKH (Balai Kliring Keamanan Hayati) atau Biosafety Clearing House merupakan salah satu persyaratan yang harus dipenuhi oleh negara yang telah meratifikasi Protokol Cartagena.Indonesia telah meratifikasi Protokol tersebut melalui UU No. 21 Tahun 2004.Pendirian BKKH sudah harus dirintis oleh negara peratifikasi protokol dan sudah harus operasional pada saat protokol ini berlaku. (http://www.indonesiabch.org/).

            BKKHI (Balai Kliring Keanekaragaman Hayati Indonesia) berfungsi sebagai pintu masuk (portal) yang memfasilitasi akses serta pertukaran data dan informasi di antara pengguna dan penyedia di bidang keanekaragaman hayati baik pada tingkat nasional, regional maupun internasional. Sebagai portal, Balai Kliring dirancang untuk menjadi sarana interaktif dalam melayani kebutuhan informasi bagi para penggunanya dengan (1) menyediakan sumber-sumber informasi yang relevan sesuai dengan informasi yang diminta oleh pengguna terkait dengan upaya-upaya pengelolaan keanekaragaman hayati; (2) merespon pertanyaan-pertanyaan seputar topik-topik yang relevan dalam implementasi Konvensi; (3) menjawab pertanyaan-pertanyaan ilmiah dan teknis yang diajukan oleh pengguna. (http://bk.menlh.go.id/).

             EECCHI (Energy Efficiency and Conservation Clearing House Indonesia) merupakan fasilitas pelayanan yang berada di bawah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, yang bertujuan untuk mempromosikan dan meningkatkan upaya konservasi energi dan efisiensi energi di Indonesia. EECCHI mengumpulkan dan mengolah informasi tentang efisiensi dan konservasi energi di Indonesia secara sistematis. EECCHI juga memberikan informasi pelayanan dalam bidang efisiensi dan konservasi energi di sektor rumah tangga, industri, komersial dan transportasi. EECCHI berperan aktif dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menerapkan konservasi dan efisiensi energi melalui berbagai program sosialisasi, pelatihan, lokakarya, konferensi dan seminar. (http://konservasienergiindonesia.info/).

 


 Video Technology Clearinghouse Prototype Demo:

 

sumber: https://www.youtube.com/watch?v=NeKaga8lyIY

 

Referensi:



 

+62 812-9614-6386

+62 818-0913-4457


ygdn2021@gmail.com

aviessiena2000@yahoo.com

 

 

 

CV Penulis:  https://drive.google.com/file/d/1LwXWQDGS8xVbAtKpV3_XOrELy3KAWS99/view?usp=sharing

Google Sholar Penulis

Link: https://scholar.google.com/citations?hl=id&view_op=list_works&gmla=AJsN-F6F3vEvezSjLOHk002jLjmGv6v_l42xK6WWNnVjYGiX98SWMB5eTGXY7EBmjzYMxqmPIIAHtZl0lil5k6tpaMdFgqJRmExXDdaEIJXKvSc6vp8OMJs&user=sSHR7sMAAAAJ

 

Tidak ada komentar:

Tingkat Kesiapan Inovasi (KATSINOV)

  TINGKAT KESIAPAN INOVASI (KATSINOV) Oleh: Susalit Setyo Wibowo A.     Konsep KATSINOV Pengukuran dan Penetapan Tingkat Kesiapan Inovas...