QUOVADIS PENGKAJIAN & PENERAPAN TEKNOLOGI DI INDONESIA (Part 2)
Oleh: Susalit Setyo Wibowo
Tulisan yang terdiri dari 3 bagian ini sebagai bentuk sumbangsih pemikiran bagi bangsa dan negara ini untuk melangkah maju menuju kemajuan yang telah diidam-idamkan bersama. Pada masa Presiden Soekarno telah dimulai menanamkan tonggak pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan dilanjutkan oleh penerusnya hingga saat ini. Lembaga seperti LIPI, BATAN, LAPAN, BPPT, Lembaga Eijkman, dan BSN menjadi ujung tombak, dan Kementerian Negara Riset dan Teknologi sebagai dirigen-nya, dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di Indonesia. Dengan dileburnya lembaga-lembaga ini kedalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta hilangnya Kementerian Riset dan Teknologi merupakan dinamika dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun demikian, perlu ada mitigasi terhadap munculnya dampak negatif akibat perubahan kelembagaan ini. Salah satu yang difokuskan dalam tulisan ini adalah pada fungsi pengkajian dan penerapan teknologi. Kemana perginya "pengkajian dan penerapan teknologi" pasca peleburan menjadi BRIN?, dan apa dampaknya bagi bangsa dan negara ini bilamana fungsi pengkajian dan penerapan teknologi ini ditiadakan?. |
Apa Yang Dimaksud Pengkajian dan Penerapan Teknologi?
Kita mencoba menguliti bersama apa sebenarnya yang dimaksud dengan "pengkajian dan penerapan teknologi", dan apa sesungguhnya manfaat dari "pengkajian dan penerapan teknologi" tersebut. Pemahaman ini penting bagi penulis, pembaca, serta pemegang keputusan di negara ini, terlebih untuk puncak pimpinan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), agar tidak terjadi kesalahan dalam mengambil keputusan. Berikut ini penjelasan terkait dengan "pengkajian dan penerapan teknologi".
Pengertian " Teknologi"
Menurut Kumar et. al (1999): Teknologi terdiri dari dua komponen utama: a) komponen fisik yang terdiri dari barang-barang seperti produk, perkakas, peralatan, cetak biru, teknik, dan proses; dan b) komponen informasi yang terdiri dari pengetahuan dalam manajemen, pemasaran, produksi, kontrol kualitas, keandalan, tenaga kerja terampil dan bidang fungsional. Menurut Pavitt (1985): “Teknologi merupakan pengetahuan tentang aplikasi spesifik, tacit, sering tidak terkodifikasi dan sebagian besar bersifat kumulatif dalam perusahaan”. Menurut Dunning (1981): “Teknologi sebagai aset tidak berwujud (intangible asset) perusahaan yang membentuk dasar daya saing perusahaan dan umumnya akan dirilis dalam kondisi khusus”. Menurut Tarek Khalil (2000): “Semua pengetahuan, produk, proses, alat, metode, dan sistem yang digunakan dalam penciptaan barang atau dalam memberikan layanan”. Menurut Jann Hidajat Tjakraatmadja: “Suatu bentuk pengetahuan eksplisit yang utuh dan terstruktur, dikembangkan berdasarkan ilmu pengetahuan (pengetahuan tacit) dan pengalaman praktek (pengetahuan eksplisit), digunakan sepanjang rantai nilai (sejak pengembangan desain, proses produksi sampai pengiriman produk ke konsumen); atau diwujudkan (dieksplisitkan) dalam bentuk alat, perkakas, teknik-teknik, proses-proses, sistem-sistem, dan jasa-jasa pelayanan atau dalam bentuk produk”. Definisi menurut Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Iptek: “Teknologi adalah cara, metode, atau proses penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin llmu Pengetahuan yang bermanfaat dalam pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan kualitas kehidupan manusia”.
|
Oleh karena itu, makna "teknologi" adalah:
- Teknologi merupakan perwujudan dari ilmu pengetahuan dan pengalaman/praktek/percobaan.
- Teknologi tidak memberikan nilai guna jika tidak diterapkan/ diwujudkan/dieksplisitkan.
- Teknologi dapat berwujud maya (human embedded techno-logy - tacit knowledge) dan dapat berwujud fisik (object & document embedded technology - explicit knowledge).
- Teknologi dibutuhkan sebagai perangkat/ instrumen pewujud dan pelipat ganda potensi insani.
- Teknologi sebagai kapital dapat ditemukan, dikembangkan, dibeli, dijual, dicuri, atau kadaluarsa.
- Harapannya, teknologi digunakan untuk menciptakan nilai tambah - meningkatkan kesejahteraan atau kualitas hidup manusia.
Sedangkan karakteristik "teknologi" dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Dapat dispesialisasi dan didiversifikasi dengan baik;
- Sangat mudah hilang/diganti oleh teknologi yang lebih maju;
- Untuk dapat tetap menguasainya harus dikembangkan secara berkelanjutan;
- Memiliki resiko tinggi dan membutuhkan waktu banyak sejak pengembangan maupun aplikasinya;
- Ditransfer oleh orang, bukan melalui makalah; dan,
- Akan lebih banyak (tidak akan berkurang) karena makin banyaknya pengguna/pemakai teknologi.
Teknologi adalah konsep luas yang berhubungan dengan
penggunaan dan pengetahuan tentang alat dan kerajinan dan bagaimana
penggunaannya mempengaruhi kemampuan-kemampuan untuk mengontrol dan beradaptasi
dengan lingkungan sosial dan fisik. Teknologi
dapat merujuk pada benda nyata yang berguna bagi kemanusiaan, seperti mesin,
perangkat keras atau peralatan, tetapi juga dapat mencakup tema yang lebih
luas, termasuk sistem, metode organisasi, dan teknik. Istilah yang dapat
diterapkan secara umum atau pada area tertentu ini contohnya meliputi teknologi
konstruksi, teknologi kesehatan, atau teknologi mutakhir. Kemajuan teknologi merupakan hal yang sangat penting bagi proses pertumbuhan ekonomi, dan diyakini bahwa teknologi merupakan mesin bagi pertumbuhan ekonomi.
Pengertian "Pengkajian Teknologi"
Istilah "Pengkajian Teknologi" atau "Technology Assessment" mulai digunakan pada tahun 1960-an, terutama di Amerika Serikat, dengan fokus pada isu-isu seperti implikasi transportasi supersonik, pencemaran lingkungan, dan etika penyaringan genetik (genetic screening). Istilah ini dikatakan pertama kali digunakan di Subkomite Ilmu, Penelitian, dan Pengembangan Komite Sains dan Astronautika Kongres Amerika Serikat waktu itu. Dari kerja Subkomite ini adalah pembentukan the U.S. Congressional Office of Technology Assessment.
Dalam studi awal, "Pengkajian Teknologi" didefinisikan sebagai bentuk penelitian kebijakan yang meneliti konsekuensi jangka pendek dan jangka panjang (misalnya, sosial, ekonomi, etika, hukum) dari penerapan teknologi (baik baru maupun yang berasal dari luar). Sedangkan tujuan dari "Pengkajian Teknologi" adalah untuk memberikan masukan kepada menyediakan pembuat kebijakan informasi tentang alternatif kebijakan terkait dengan penerapan teknologi.
Saat ini, "Pengkajian Teknologi" merupakan salah satu bidang yang sangat luas cakupannya. Ranah disiplin ilmu seperti difusi teknologi (dan transfer teknologi), faktor-faktor yang menyebabkan penerimaan cepat teknologi baru, dan peran teknologi dan masyarakat, adalah beberapa hal yang merupakan bagian dari bidang "Pengkajian Teknologi".
"Pengkajian Teknologi" adalah sarana untuk menilai teknologi baru sejak pertama kali dikembangkan hingga saat itu berpotensi diterima oleh publik dan pihak berwenang untuk digunakan lebih lanjut. "Pengkajian teknologi" menjadi alat yang penting dalam proses memperkenalkan teknologi baru ke produksi dan fase komersial.
Dengan menggunakan karakteristik hierarkis yang sistematis, fungsi dasar dan siklus hidup, kerangka dasar untuk model "Pengkajian Teknologi" telah dikembangkan sebagaimana ditunjukkan dalam gambar dibawah.
Keterangan Gambar: Kerangka "Pengkajian Teknologi" (sumber: Mei-Chen Lo, Jerzy Michnik, & Alfred Li-Ping Cheng, 2008)
Kerangka kerja ini harus membantu dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:
- Kapan waktu yang tepat untuk melakukan fungsi sistem tertentu dan memotongnya ke dalam sektor pengembangan teknologi yang sesuai?
- Apakah struktur hierarki menyimpulkan berbagai tugas dan memungkinkan untuk melakukannya secara efektif?
- Bisakah memastikan fungsi yang diperlukan memenuhi Time-to-Market (yaitu lamanya waktu dari konsepsi suatu produk sampai dirilis ke pasar)?
Tools dan metode yang dapat digunakan dalam melakukan "Pengkajian Teknologi" dapat dilihat dalam tabel dibawah.
Tabel 1. Tools & Metode "Pengkajian Teknologi".
Pada
hakekatnya, teknologi merupakan penerapan pengetahuan ilmiah untuk
tujuan praktis dalam kehidupan manusia atau pada perubahan dan
manipulasi lingkungan manusia. Ada sebuah ungkatan yang mengatakan: "Teknologi tidak berarti apa-apa bila tanpa adanya inovasi, dan inovasi-pun tidak bermanfaat bila tanpa adanya difusi". Proses inovasi hakekatnya upaya mengenalkan teknologi baru dimana para pelanggan belum mengenal sebelumnya.
Sedangkan difusi adalah suatu proses menyebarkan inovasi kepada suatu sistem
sosial tertentu pada periode waktu tertentu.
Peter Drucker mendefinisikan inovasi sebagai sebuah keberkahan dari sumber daya manusia dan material dengan kapasitas menghasilkan kekayaan baru yang lebih besar. Peter Drucker mengatakan: "Di atas segalanya, inovasi bukanlah penemuan. Inovasi adalah istilah ekonomi daripada teknologi". Dengan demikian, penerapan teknologi pada kasus teknologi baru merupakan sebuah upaya mendorong invensi menjadi inovasi hingga menyebarkannya kepada suatu sistem sosial tertentu pada periode waktu tertentu.
Penulis berpendapat bahwa istilah "Pengkajian Teknologi" dan "Penerapan Teknologi" merupakan satu tarikan nafas, satu sama lainnya tidak bisa dipisahkan. Karena ada kaitan yang sangat erat antara "Pengkajian Teknologi" dan "Penerapan Teknologi".
Dengan demikian, "Pengkajian dan Penerapan Teknologi" merupakan kegiatan mengkaji masalah-masalah teknologi secara mendalam dan
menyeluruh agar penerapan teknologi memberikan manfaat bagi kepentingan
bangsa, khususnya dalam rangka mengembangkan industri dan produksi yang
dapat memperkuat ketahanan nasional, yaitu ketahanan di bidang pangan, energi, cyber, ekonomi, industri, lingkungan dan kehutanan, perahanan dan keamanan, dan lain-lain.
Dalam melaksanakan "Pengkajian dan Penerapan Teknologi" digunakan sebuah sistem tata kerja perekayasaan. Perekayasaan adalah kegiatan "Pengkajian dan Penerapan Teknologi" untuk menghasilkan inovasi dan layanan teknologi. Lihat gambar dibawah ini.
Keterangan Gambar: Pengkajian dan Penerapan Teknologi.
Perekayasaan dilakukan untuk menghasilkan
nilai, proses produksi, dan/atau produk yang lebih aman dan baik bagi
kesejahteraan masyarakat. Perekayasaan dilakukan dengan mempertimbangkan
keterpaduan sudut pandang dan/atau konteks teknis, fungsional, bisnis, sosial
budaya, dan estetika. Perekayasaan dilakukan melalui kegiatan pengujian,
pengembangan Teknologi, rancang bangun,
dan pengoperasian. Dalam sistem perekayasaan akan beririsan dengan bidang-bidang lain seperti project management, human resources, quality, architectures, control systems, modeing & simulation, dan operation research (lihat gambar dibawah).
Keterangan Gambar: Keterkaitan sistem perekayasaan dengan bidang-bidang lainnya (sumber: Samuel J. Seymour and Ronald R. Luman, 2011).
Pengkajian dan penerapan teknologi dilaksanakan melalui 2 (dua) skema, yaitu: 1). Skema Penugasan dari pemerintah yang berdasar tugas pokok dan fungsi yang dibebankan kepada lembaga/unit; 2). Skema Layanan Teknis yang berdasar kompetensi teknis yang dimiliki dan melekat pada lembaga/unit. Skema hubungan aktifitas kerekayasaan dengan customer yang ditunjukkan dalam Gambar 1 akan menghasilkan kegiatan perekayasa sebagai berikut:
- Penugasan/Layanan Teknis untuk melakukan kegiatan riset dan inovasi. Kegiatan riset dan inovasi ini dilaksanakan melalui aktivitas kerekayasaan, yaitu melalui aktivitas Forward Engineering dan Reverse Engineering. Aktivitas kerekayasaan dimulai dari customer requirement/problem dan diakhiri dengan dokumen/produk yang menjawab dan menyelesaikan customer requirement/problem tersebut. Output dari kegiatan ini berupa desain teknis dan/atau purwarupa (prototipe).
- Penugasan/Layanan Teknis Akuisisi Teknologi. Kegiatan akuisisi teknologi ini dilaksanakan melalui aktivitas kerekayasaan. Akuisisi teknologi dilakukan dalam kerangka strategi mendapatkan teknologi melalui pembelian teknologi yang disertai dengan program alih teknologi.
- Penugasan/Layanan Teknis Modifikasi/Adaptasi Teknologi. Kegiatan modifikasi/adaptasi teknologi ini dilaksanakan melalui aktivitas kerekayasaan. Kegiatan modifikasi/adaptasi teknologi dilakukan setelah teknologi berhasil dikuasai, yang bertujuan untuk mendapatkan desain dan/atau purwarupa (prototipe) hasil pengembangan sendiri sebagai substitusi impor.
- Penugasan/Layanan Teknis Kliring Teknologi. Kegiatan kliring teknologi dilaksanakan melalui aktivitas Penilaian Teknologi (Technology Assessment). Kliring Teknologi adalah proses penyaringan kelayakan atas suatu Teknologi melalui kegiatan Pengkajian untuk menilai atau mengetahui dampak dari penerapannya pada suatu kondisi tertentu. Kegiatan Kliring Teknologi berupa rekomendasi.
- Penugasan/Layanan Teknis Audit Teknologi. Kegiatan audit teknologi dilaksanakan melalui aktivitas pemeriksaan terhadap dokumen maupun pengujian dalam rangka memperoleh bukti-bukti secara obyektif (tidak subyektif) untuk menentukan sejauh mana kriteria audit telah dipenuhi. Audit teknologi dilakukan dengan berbagai tujuan, yaitu performance improvement, compliance, prevention, planning, positioning, maupun investigation. Kegiatan Audit Teknologi berupa rekomendasi.
- Penugasan/Layanan Teknis Penerapan Teknologi oleh Pengguna Teknologi. Kegiatan Penerapan Teknologi oleh Pengguna Teknologi ini dilaksanakan melalui aktivitas Alih, Intermediasi, Komersialisas, dan Difusi Iptek. Pengguna Teknologi meliputi Pengambil Kebijakan (yang terdiri dari DPR, K/L, TNI, dan Polri), Organisasi Laba (yang terdiri dari BUMN, BUMS, dan UMKM), Organisasi Nirlaba (yang terdiri dari sekolah negeri, lembaga keagamaan, dll), dan Industri Strategis (yang terdiri dari industri pertahanan dan industri strategis non pertahanan).
Pengkajian dan Penerapan Teknologi Oleh BPPT Sebelum Era BRIN
Sejak berdirinya, BPPT dirancang sebagai sebuah lembaga yang mengkaji masalah-masalah teknologi secara mendalam dan menyeluruh agar penerapan teknologi memberikan manfaat bagi kepentingan bangsa, khususnya dalam rangka mengembangkan industri dan produksi yang dapat memperkuat ketahanan nasional, yaitu ketahanan nasional di berbagai bidang kehidupan. Dengan demikian, tuntutan output BPPT adalah teknologi yang dapat memenuhi kebutuhan dan memberikan solusi bagi permasalahan bangsa dan negara ini. BPPT bukan dirancang sebagai lembaga yang menghasilkan publikasi ilmiah.
Untuk mendukung tugas-tugas sebagai lembaga "pengkajian dan penerapan teknologi", pada saat era B.J. Habibie, BPPT telah menyiapkan fasilitas dan SDM yang dibutuhkan. Berikut garis waktu penting terkait penyiapan fasilitas dan SDM:
- Pada tahun 1979, dibangun laboraturium pertama Uji Konstruksi BPPT yang berfungsi melakukan pengujian berbagai jenis dan bentuk konstruksi/komponen konstruksi yang terbuat dari logam, beton, plastik atau bahan lainnya yang digunakan dalam konstruksi kendaraan, kereta api, kapal, pesawat terbang, bangunan, jalan, jembatan dan sebagainya.
- Pada tahun 1981, Laboratorium Uji
Konstruksi (LUK) mulai beroperasi sebagai penunjang pengujian dan penelitian
material, komponen, dan konstruksi.
- Pada tahun 1982, berdiri Laboratoriun Teknik Pantai (LTP) di
Yogyakarta. Pendirian laboratorium ini untuk menjawab berbagai tantangan
dan permasalahan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumberdaya pantai dan
penanganan kerusakan pantai antara lain seperti mundurnya garis pantai karena
adanya erosi, sedimentasi, baik di dalam pelabuhan maupun di alur pelayaran,
tambak, pencemaran limbah industri, tumpahan minyak, termasuk intrusi air laut.
- Pada 18 Desember 1984, Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Laboratorium Uji Konstruksi (LUK) diresmikan Presiden Soeharto.
- Pada tahun 1985, BPPT menyelenggarakan
OFP (overseas fellowship program) yakni program beasiswa kader teknologi
ke luar negeri. Program ini dikenal dengan Program Beasiswa Habibie.
- Pada tahun 1985, UPT Hujan Buatan
diresmikan untuk melakukan kaji terap modifikasi cuaca.
- Pada Februari 1985, BPPT dan Arteliers et
Chantiers de la Manche (ACM), Perancis menyepakati pengadaan Kapal Riset Baruna
Jaya I, II dan III untuk inventarisasi potensi sumber daya laut Indonesia
secara mandiri.
- Pada tahun 1986, Habibie merintis
jaringan komunikasi yang dapat menghubungkan seluruh Indonesia. Rintisan ini
kelak dikenal dengan IPTEKnet.
- Pada tahun 1987, UPT Laboratorium Sumber
Daya dan Energi (LSDE) beroperasi untuk penelitian dan pengujian bidang
teknologi konservasi dan konservasi energi. Selain itu, UPT Ethanol, Protein
Sel Tunggal, dan Gula (EPG) didirikan di Lampung.
- Pada tahun 1990, UPT Laboratorium Aero
Gas Dinamika dan Getaran (LAGG) diresmikan untuk menunjang industri pesawat
terbang dan industri maritim.
- Pada tahun 1994, IPTEKnet terbentuk sebagai
organisasi pertama di Indonesia yang berhasil terkoneksi ke internet.
- Pada tahun 1995, UPT Pengembangan Seni
dan Teknologi Keramik dan Porselin (PSTKP) diresmikan untuk mengembangkan seni
lukis dan ukir Bali.
- Pada tahun 1995, berdiri Balai
Bioteknologi yang diharapkan sebagai unit yang melakukan pemanfaatan,
penguasaan, dan pengembangan bioteknologi.
- Pada tahun 1996, BPPT memprakarsai SMA
Insan Cendekia di Serpong, Tangerang.
- Pada 31 Juli 1998, Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika didirikan di Surabaya. Balai Pengkajian dan Penelitian Hidrodinamika memiliki fasilitas pengujian towing tank terbesar di Asia selain Hong Kong.
- Tahun 2001, berdirinya Sentra Teknologi Polimer. Prakarsa pendirian Sentra Teknologi Polimer ini telah dimulai pada tahun 1980 semasa B.J. Habibie.
- Pada tahun 2001, BPPT membangun Balai
Inkubasi Teknologi (BIT) untuk perusahaan rintisan (statup) bidang teknologi.
- Pada tahun 2001, berdiri Balai Rekayasa Disain dan Sistem Teknologi (BRDST). BRDST sebagai unit teknis BPPT yang memiliki tugas utama mencakup Riset, Pengembangan, Enjiniring dan Pengoperasian teknologi bidang energi (bahan bakar, kelistrikan, petrokimia, dll).
- Pada tahun 2006, dibentuk BPPT Engineering (kini Pusat Pelayanan Teknologi) sebagai pintu gerbang BPPT dalam pelayanan teknologi sekaligus menjadi mitra terpercaya bagi para pengguna jasa teknologi.
Hasil "pengkajian dan penerapan teknologi" yang dilakukan BPPT telah banyak dimanfaatkan oleh pihak peneriman manfaat, yaitu industri, pemerintah, TNI, maupun masyarakat luas. Berikut ini beberapa hasil "pengkajian dan penerapan teknologi" oleh BPPT:
1). Perekayasaan APC (angkut Personel Ringan)
Cikal bakal panser APC (angkut Personel Ringan) sebenarnya ada saat Pindad merakit Tank Scorpion buatan inggris. Setelah itu, Pindad kemudian membuat kendaraan water cannon (meriam air) dan membuat kendaraan militer APR (angkut personel ringan) 4x4 (APR1V1) yang digunakan TNI dan Brimob.
Pada 2002, PT Pindad telah memproduksi APR 4x4 yang menggunakan rangka dan mesin (undercarriage) Isuzu 120 PS. Yang diteruskan pada tahun 2004 - 2005 dengan menggandeng BPPT untuk memproduksi purwarupa (prototype) APS (Angkut Personel Sedang) 4x4, perekayasaan ini diteruskan dengan mengembangkan panser yang komponennya lebih menunjukkan kemandirian dengan membuat prototipe panser 6x6 beroda ban yang menggunakan undercarriage truk Perkasa, termasuk mesin 220 PS dan transmisi produksi PT Texmaco.
Purwarupa ini menjadi cikal bakal PT Pindad mengembangkan panser 6x6 dengan body dan sistem konstruksi monocoque, hingga sistem penggerak roda dan suspensi independen sesuai spesifikasi TNI.
Keterangan Gambar: PR (Angkut Personel Ringan)-1V
APR (Angkut Personel Ringan)-1V yang masuk kategori Armoured Personnel Carrier (APC) diciptakan PT Pindad terkait kebutuhan operasi militer di NAD (Nanggroe Aceh Darussalam) pada tahun 2003 – 2004. Pada awalnya Pindad telah memproduksi APR 4×4 yang menggunakan rangka dan mesin (undercarriage) Isuzu 120PS. Dengan latar aroma embargo peralatan militer oleh AS sejak 1999, turut mendorong percepatan rekayasa rantis lapis baja, selain juga karena kebutuhan operasi militer di NAD yang menuntut kehadiran kendaraan lapis baja sekelas panser ringan untuk menumpas separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM).
2). Pengembangan Prototype Panser 6x6
PT Pindad dengan bantuan BPPT mengembangkan APS (Angkut Personel Sedang), hingga diperoleh purwarupa (prototype) APS-1, yaitu sebuah rancangan 6x6 yang didasarkan dari sasi truk Perkasa buatan PT Texmaco. Meskipun tidak dipilih untuk diproduksi, pengalaman yang didapat dari pengembangan APS-1 meyakinkan TNI untuk memberi lampu hijau kepada Pindad untuk membuat generasi selanjutnya dari ranpur Panser, Pindad APS-2 dengan ongkos produksi sebesar 600 juta rupiah perbuah.
Keterangan Gambar: APS-1 (kiri) dan APS-2 (kanan).
Tahun 2006 Pindad dan BPPT memulai pengembangan APS-3 yang tidak hanya bisa bermanuver di darat tetapi juga di perairan dangkal dan danau. Pengembangan ini menghasilkan varian 4x4, dan selanjutnya disempurnakan untuk diaplikasikan kemampuan amfibinya untuk varian 6x6. Ujicoba purwarupa pertama dilakukan awal tahun 2007, dan pada 10 Agustus 2008, 10 panser pertama APS-3 Anoa diproduksi. Tahun 2009, panser pertama diserahterimahkan kepada kementrian pertahanan.
Keterangan Gambar: APS-3
Satgas Indo FPC TNI Konga XXVI-D2/UNIFIL menggunakan kendaraan tempur (ranpur) Anoa yang merupakan sebuah kendaraan tempur militer lapis baja yang diproduksi oleh PT Pindad. Salah satu kelebihan yang ada pada Anoa adalah sistem perlindungan yang diberikan oleh lapisan baja dan rangka, yaitu memiliki tingkat STANAG 3 level 3. Ini berarti, ranpur tersebut bisa menahan peluru kinetis hingga 7,62 x 51 mm Armor Piercing standar NATO dari jarak 30 meter dengan kecepatan 930 m/s, serta bisa menahan ledakan ranjau hingga massa 8 kg di bagian roda gardan dan di tengah-tengah badan. Selain itu, Anoa dibekali sistem navigasi terbaru dan alat komunikasi anti-jamming. Kendaraan tempur tersebut bisa digunakan untuk bermacam fungsi, mulai dari sebagai pembawa pasukan, kendaraan komando, hingga rumah sakit berjalan, di medan tempur.
Keterangan Gambar: Panser buatan PT Pindad yang dipakai PBB.
3). BPPT Mendukung Pembangunan Industri Pesawat Terbang
BPPT dan pengembangan industri pesawat terbang dalam negeri tidak bisa dipisahkan, Fasilitas laboratorium yang pertama dibangun adalah Laboratorium Uji Konstruksi (LUK) di tahun 1979 dan Laboratorium Aero Gas Dinamika dan Getaran (LAGG) di tahun 1990 merupakan fasilitas pengujian penting dalam rancang bangun sebuah pesawat, yang waktu itu untuk pengembangan CN-235 di tahun 1980-an dan pesawat N-250 di tahun 1994.
Keterangan Gambar: Fasilitas uji aerodinamika di BPPT.
4). BPPT Menginisiasi IGOS Open Source
Pada tahun 2006, BPPT meninisiasi sebuah gerakan yang dinamakan Pendayagunaan Open Source Software (POSS) melalui program nasional yang disebut Indonesia Go Open Source (IGOS) Nusantara. Program ini dilaksanakan dalam rangka memperkuat sistem teknologi informasi dengan memanfaatkan perkembangan teknologi informasi global.
Pada tahun 2001, BPPT telah berhasil menciptakan perangkat lunak Kantaya atau Kantor Maya. Perangkat lunak ini merupakan salah satu karya pertama anak bangsa yang dikembangkan dengan menggunakan perangkat lunak PHP-MySQL yang penggunaannya terus meningkat sampai dengan saat ini. Pengguna Kantaya semakin banyak, bahkan beberapa pemerintah daerah yang diakui sebagai paling maju dalam pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan efisiensi jalannya pemerintahan merupakan pengguna aktif Kantaya.
5). Inovasi Teknologi Perisalah
BPPT melakukan Inovasi Teknologi Perisalah. Perisalah adalah Teknologi Perubah Suara dari Lisan menjadi Teks Elektronik. Aplikasi ini mampu melakukan perekaman suara dalam rapat yang diikuti oleh banyak orang dan mampu melakukan peringkasan dokumen, sehingga memudahkan proses dan mampu mempercepat dalam membuat risalah rapat elektronik yang pada akhirnya diharapkan mampu dapat mempercepat dalam proses pengambilan keputusan. Perangkat sistem teknologi tinggi berbasis sistem voice to text pertama di Indonesia ini telah digunakan oleh banyak lembaga negara dan kementerian di Indonesia.
Inovasi Teknologi Perisalah ini memiliki Fitur Edit on The Fly yang memungkinkan notulis melakukan koreksi
terhadap kesalahan transkripsi pada saat pertemuan berlangsung, Fitur untuk
keamanan data dan informasi dimana penyimpanan data suara maupun teks
transkripsi menggunakan tanda tangan digital, dan Fitur Multiple Meeting Handling yang dapat secara simultan melakukan
transkripsi beberapa pertemuan yang dilakukan di ruang berbeda sekaligus.
Keterangan Gambar: Teknologi Perisalah yang telah diproduksi oleh PT INTI.
Produk yang telah dikomersialkan sejak 2010, tepat setelah INTI membeli lisensinya, merupakan hasil penelitian dan pengembangan BPPT. INTI kemudian mengembangkan lebih lanjut perangkat sistem ini dengan berbagai seri, mulai dari bentuk statis hingga portable, untuk dikomersialkan di pasaran.
6). Arsinum (air Siap Minum)
BPPT berhasil melakukan pengkajian dan penerapan teknologi air siap minum (Arsinum) yang mengubah air banjir menjadi air siap minum. Teknologi ini dapat melakukan penyaringan mikrobakteri yang terdapat pada air kotor sehingga air yang dihasilkan bersih dan aman untuk dikonsumsi.
Teknologi Arsinum ini memiliki dua tahap pekerjaan. Pertama, air yang tidak layak minum seperti air hujan, air laut bahkan air banjir ditampung dalam sebuah tabung besar. Dalam tabung ini terjadi proses yang bernama ultrafiltrasi. Dalam proses ini, air disaring dengan sebuah alat yang berbentuk seperti sarang tawon dengan lubang membran berukuran 1/100 dari diameter sehelai rambut. Lubang membran ini menjaring bakteri-bakteri yang terdapat pada air kotor. Setelah air kotor menjadi air yang kadar bakunya cukup baik, maka tahap kedua adalah proses pemurnian dengan menggunakan alat bernama Arsinum (Air Siap Minum).
Arsinum telah diterapkan oleh masyarakat, seperti oleh Badan Pengelola Masjid Istiqlal
(BPMI), memenuhi air minum di daerah-daerah sulit (remote)
di Palu dan Donggala, serta memenuhi air minum di daerah bencana banjir dan
longsor di Jakarta, Jawa Barat, dan Banten.
7). Membantu Upaya Swasembada Gula
Baca artikel CNN Indonesia "Arsenum, Teknologi Pengubah Air Banjir Jadi Air Minum" selengkapnya di sini: https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20141215130757-199-18197/arsenum-teknologi-pengubah-air-banjir-jadi-air-minum.
Download Apps CNN Indonesia sekarang https://app.cnnindonesia.com/
Industri gula Indonesia pernah mencapai puncak produksi pada 1929 dan menjadi negara pengekpor gula terbesar ke-2 di dunia. Permasalahan yang kompleks, baik off-farm, on-farm, dan suprastruktur pendukungnya, menyebabkan produksi gula terus menurun. Pada 2009, produksi gula nasional hanya sekitar 2,7 juta ton. Indonesia harus mengimpor gula sekitar 2,2 juta ton. Berbagai program telah dilaksanakan pemerintah untuk mengatasi persoalan ini, namun hasilnya belum sesuai harapan. Pemerintah pada 2010 mencanangkan Program Revitalisasi Industri Gula Nasional (PRIGN) untuk mewujudkan industri gula nasional yang mandiri, berdaya saing, serta memenuhi kebutuhan dalam negeri.
BPPT aktif dalam 11 kegiatan dari 22 program aksi PRIGN, salah satu kegiatan utamanya adalah desain konseptual pabrik gula modern berkapasitas 10.000 ton cane per day (TCD).Oleh karena itu, perlu usaha holistik baik dari sisi on-farm maupun off-farm untuk menuju swasembada gula nasional, yaitu mulai dari kliring teknologi, audit teknologi, dan inovasi teknologi di industri gula nasional yang mencakup teknologi proses, diversifikasi produk, dan turunannya.
BPPT bekerjasama dengan PT Perkebunan Nusantara XII (PTPN XII) melakukan kaji terap Front-End Engineering Design (FEED) Pabrik Gula Modern, Terintergrasi dan Terpadu berkapasitas 6.000 ton cane per day (TCD). Dalam mendesain pabrik gula ini, BPPT melakukan pemetaan terkait kemampuan industri yang ada di dalam negeri dalam rangka mengoptimalkan keterlibatan industri lokal dalam pembangunan pabrik gula ini.
Selanjutnya FEED ini menjadi referensi dasar Detail Engineering Design (DED) Pabrik Gula Glenmore milik PTPN XII. Pada awal operasi Pabrik Gula PT Industri Gula Glenmore (PT IGG, anak usaha PTPN XII) banyak kendala desain yang berakibat pada kinerja pabrik gula yang bersangkutan. Untuk upaya perbaikan kinerja pabrik gula maka manajemen PTPN XII meminta BPPT untuk melakukan audit teknologi dalam rangka untuk memberikan rekomendasi perbaikan kinerja pabrik gula.
Berdasarkan rekomendasi hasil audit teknologi yang dilakukan oleh BPPT, maka pihak PTPN XII melakukan perbaikan. Setelah dilakukan beberapa perbaikan desain maka Pabrik Gula PT Industri Gula Glenmore (PT IGG) mampu meningkatkan produksi sebesar 37,8% dari realisasi tahun sebelumnya serta kenaikan rendemen menjadi 8,5%.
8). Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS)
Indonesia berada di zona “Ring of fire” karena letak geografisnya berada di antara pertemuan 3 lempeng tektonik besar yaitu lempeng Eurasia, Indo-Australia, dan Pasifik. Jalur yang dilalui pertemuan lempeng inilah yang menjadi zona rawan gempa di Indonesia. Oleh karena itu, pengembangan teknologi untuk peringatan dini terhadap bencana merupakan hal sangat mendesak untuk dilakukan.
BPPT secara serius dan berkesinambungan mengembangkan sistem peringatan dini tsunami, yang dikenal dengan sebutan Teknologi InaTEWS atau Indonesia Tsunami Early Warning System. Teknologi kebencanaan ini menggunakan instrumen sesuai dengan kebutuhan lokasi. Sensor tsunami dari InaTEWS BPPT dapat mengirimkan data secara berkesinambungan kepada Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). Kemudian disebarluaskan kepada masyarakat sebagai upaya mitigasi bencana tsunami di Indonesia.
Keterangan Gambar: InaTEWS BPPT.
Keterangan Gambar: Target pengembangan & pengoperasian Teknologi InaTEWS.
Sumber: https://mediaindonesia.com/nusantara/396837/nelayan-di-malang-dilibatkan-ikut-menjaga-buoy-agar-tidak-dicuri
BPPT telah
menyusun grand design peta jalan teknologi mitigasi dengan
mengoperasikan InaBuoy di 13 lokasi, InaCBT di 7 lokasi, InaCAT di 3 lokasi dan
didukung dengan pengolahan kecerdasan artifisial. Semua Teknologi InaTEWS ditargetkan akan beroperasi
penuh pada tahun 2024.
9). Sumbang Sih Kepada Bangsa Di Masa Pandemi Covid-19
BPPT mendapat mandat dari Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek/BRIN) sebagai koordinator percepatan pengembangan produk dalam negeri, guna mengatasi wabah Corona Virus Disease (Covid-19) yang menjadi pandemik di Indonesia.
BPPT membentuk Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk penanganan Covid-19 (TFRIC-19), dengan menghasilkan produk inovasi teknologi karya Indonesia dalam mengatasi wabah Covid-19 yang terus merebak.
Pada masa Pandemi, BPPT mengerahkan seluruh kemampuan guna dapat berkontribusi dalam penanggulangan penyebaran Covid-19, terutama terkait dengan teknologi dan inovasi.Dengan timeframe waktu yang cukup pendek guna menghasilkan solusi dan inovasi, BPPT tidak dapat bekerja sendiri, untuk itu BPPT berkolaborasi dan bersinergi dengan banyak pihak yang disebut dengan Penta Helix.
Keterangan Gambar: Konsep Pentahelix yang dikembangkan BPPT dalam melaksanakan inovasi (sumber: https://tfric-19.id).
Keterangan Gambar: Lima rencana aksi cepat TFRIC-19 (sumber: https://tfric-19.id).
Melalui sebuah tim task force yang dinamai TFRIC-19 (Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk penanganan Covid-19) bertugas menginisiasi pengembangan solusi multi dimensi dengan dukungan perekayasa dan peneliti lintas disiplin, bahkan lintas institusi.Misi utama TFRIC-19 adalah mengembangkan sebuah model solutif untuk mengatasi pandemi dengan mengedepankan konsep ekosistem untuk dapat mengakomodir kebutuhan berbagai teknologi. TFRIC-19 dibagi menjadi lima sub-task force, yang terdiri dari (1) tes nonPCR (Rapid Diagnostic Test Kit); (2) tes PCR (swab test); (3) sistem citra medis berbasis artificial intelligence (AI); (4) pemetaan whole genome sequencing untuk pengembangan obat dan vaksin; serta (5) sarana dan prasarana alat kesehatan, termasuk di dalamnya Lab Mobile BSL2 dan ventilator.
BPPT melalui sinergi kelembagaan bernama Task Force Riset dan Inovasi Teknologi untuk penanganan Covid-19 (TFRIC19) telah menghasilkan berbagai produk buatan dalam negeri untuk mengatasi wabah virus yang terus merebak itu. Saat ini TFRIC19 telah melakukan akselerasi dalam mengembangkan lima produk utama yang tertuang dalam rencana aksi cepat.
Kelima kategori produk utama yang dikembangkan tersebut, yakni: (1) Non-PCR diagnostic test Covid-19 (dalam bentuk dip stick dan micro-chip); (2) PCR test kit, labo- ratorium uji PCR dan sequencing; (3) sistem informasi dan aplikasi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI); (4) data whole genome Covid-19 origin orang Indonesia yang terinfeksi; dan (5) sarana dan prasarana deteksi, penyediaan logistik kesehatan dan ekosistem inovasi dalam menangani pandemi Covid-19.
Interpretasi Kekuasaan Terhadap "Pengkajian dan Penerapan Teknologi"
Sesuatu yang lazim, kekuasaan atau rezim akan selalu dengan sepihak mengiterpretasikan suatu hal sesuai dengan kepentingan dan pemahamannya sendiri. Hal ini dibuktikan dalam Peraturan Presiden Nomor 78 tahun 2021 yang secara eksplisit dan implisit telah menyamakan istilah "Riset" dengan istilah "Litbangjirap (Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan penerapan)", dan aktivitas "Litbangjirap" dilakukan berorientasi menghasilkan kekayaan intelektual dan publikasi. Menurut penulis, hal ini sangat menyimpang dengan semangat Undang-Undang Nomor 11 tahun 2019 tentang Sisnas Iptek.
Definisi menurut Undang-Undang Nomor 11 tahun 2019 tentang Sisnas Iptek:
Penelitian adalah kegiatan yang dilakukan menurut metodologi ilmiah untuk memperoleh data dan informasi yang berkaitan dengan pemahaman tentang fenomena alam dan/atau sosial, pembuktian kebenaran atau ketidakbenaran suatu asumsi dan/atau hipotesis, dan penarikan kesimpulan ilmiah. Pengembangan adalah kegiatan untuk peningkatan manfaat dan daya dukung Ilmu Pengetahuan dan Teknologi yang telah terbukti kebenaran dan keamanannya untuk meningkatkan fungsi dan manfaat Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Pengkajian adalah kegiatan untuk menilai atau mengetahui kesiapan, kemanfaatan, dampak, dan implikasi sebelum dan/atau sesudah Ilmu Pengetahuan dan Teknologi diterapkan. Penerapan adalah pemanfaatan hasil Penelitian, Pengembangan, dan/atau Pengkajian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi ke dalam kegiatan perekayasaan, inovasi, dan/atau difusi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Definisi menurut Peraturan Presiden Nomor 78 Tahun 2021 tentang Badan Riset dan Inovasi Nasional: Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) adalah lembaga pemerintah yang berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Presiden dalam menyelenggarakan teknis penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan/atau penyelenggaraan keantariksaan yang terintegrasi. Organisasi Riset (OR) adalah organisasi non struktural yang menyelenggarakan teknis penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan, serta invensi dan inovasi, penyelenggaraan ketenaganukliran, dan/atau penyelenggaraan keantariksaan. |
Semangat yang dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2019 tentang Sisnas Iptek adalah konvergensi kegiatan riset dan inovasi secara nasional, oleh karenanya terminologi "penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan" atau lebih dikenal sebagai "litbangjirap" diatur secara terinci dalam pasal-pasal. Adalah kesadaran kita semua bahwa dalam era disrupsi ini seharusnya perlu didorong konvergensi kegiatan riset dan inovasi, yaitu pendekatan riset dan inovasi yang dilakukan secara terkoordinir, terintegrasi, dan kolaborasi.
Pertanyaan penulis, Apakah riset merupakan aktivitas "Litbangjirap"? Apakah aktivitas "Pengkajian dan Penerapan Teknologi" harus berorientasi menghasilkan kekayaan intelektual?
"Pengkajian Teknologi" adalah sarana untuk menilai teknologi baru sejak pertama kali dikembangkan hingga saat itu berpotensi diterima oleh publik dan pihak berwenang untuk digunakan lebih lanjut. Sedangkan "Penerapan Teknologi" merupakan penerapan pengetahuan ilmiah untuk tujuan praktis dalam kehidupan manusia atau pada perubahan dan manipulasi lingkungan manusia melalui inovasi dan difusi, karena ada sebuah ungkatan yang mengatakan: "Teknologi tidak berarti apa-apa bila tanpa adanya inovasi, dan inovasi-pun tidak bermanfaat bila tanpa adanya difusi".
"Pengkajian dan Penerapan Teknologi" merupakan kegiatan mengkaji masalah-masalah
teknologi secara mendalam dan
menyeluruh agar penerapan teknologi memberikan manfaat bagi kepentingan
bangsa dan negara, khususnya dalam rangka mengembangkan industri dan produksi yang
dapat memperkuat ketahanan nasional, yaitu ketahanan di bidang pangan,
energi, cyber, ekonomi, industri, lingkungan dan kehutanan, perahanan
dan keamanan, dan lain-lain.
Dengan demikian, yang ditekankan pada aktivitas "Pengkajian dan Penerapan Teknologi" adalah memberikan solusi bagi permasalahan yang dihadapi bangsa dan negara ini, dan tidak harus berorientasi menghasilkan kekayaan intelektual maupun publikasi. Dan, kultur yang dibangun BPPT dari awal adalah berorientasi pada mengkaji masalah-masalah
teknologi secara mendalam dan
menyeluruh agar penerapan teknologi memberikan manfaat bagi kepentingan
bangsa dan negara. Kultur yang dibangun oleh pendahulu BPPT ini justru menunjukkan pembangunan lembaga dan SDM yang profesional yang diarahkan untuk kepentingan nasional, dan ini sebagai pembentukan karakter "Perekayasa Nasionalis".
Namun, fakta hari ini adalah "Riset = Litbangjirap" dan aktivitas "Litbangjirap" dilakukan berorientasi menghasilkan kekayaan intelektual dan publikasi. Menurut penulis, kondisi ini lebih mementingkan sebuah "tindakan yang sifatnya politik" dan bukan "tindakan yang sifatnya taktis".
to be continued .........
|
|
+62 812-9614-6386 |
|
||
|
|
CV Penulis: https://drive.google.com/file/d/1LwXWQDGS8xVbAtKpV3_XOrELy3KAWS99/view?usp=sharing
Google Scholar Penulis
Link: https://scholar.google.com/citations?hl=id&view_op=list_works&gmla=AJsN-F6F3vEvezSjLOHk002jLjmGv6v_l42xK6WWNnVjYGiX98SWMB5eTGXY7EBmjzYMxqmPIIAHtZl0lil5k6tpaMdFgqJRmExXDdaEIJXKvSc6vp8OMJs&user=sSHR7sMAAAAJ