Senin, 04 April 2022

Opini Bulan Ini: Indonesia Menggugat Konsep Riset & Inovasi "Ala BRIN"

 INDONESIA MENGGUGAT KONSEP RISET & INOVASI "ALA BRIN"

 

Oleh: Susalit Setyo Wibowo

 

Indonesia Menggugat adalah pidato pembelaan yang dibacakan oleh Soekarno pada persidangan di Landraad, Bandung pada tahun 1930. Soekarno bersama tiga rekannya, yaitu Gatot Mangkupraja, Maskun, dan Supriadinata yang tergabung dalam Perserikatan Nasional Indonesia dituduh hendak menggulingkan kekuasaan Hindia Belanda. Pidato pembelaan ini kemudian menjadi suatu dokumen politik menentang kolonialisme dan imperialisme.

 


Isi pidato Indonesia Menggugat adalah tentang keadaan politik internasional dan kerusakan masyarakat Indonesia di bawah penjajah. Makna pidato Sukarno yang berjudul Indonesia Menggugat dengan upaya penguatan jati diri keindonesiaan adalah: Menunjukkan kepada politik internasional tentang kekejaman pemerintah kolonial Belanda dan kerusakan masyarakat Indonesia di bawah penjajah. Usaha politik untuk menentang kolonialisme dan imperialisme.

Penulis di era industry 4.0 ini juga membuat tulisan yang berjudul "Indonesia Menggugat Keberadaan dan Konsep Riset dan Inovasi ala BRIN". Semangat antara Soekarno dan penulis adalah sama, yaitu untuk kepentingan bangsa ini. Sebagai seorang nasionalist, penulis sangat berkepentingan melakukan ini agar bangsa dan negara ini tidak berjalan pada track yang salah.

Ada beberapa gugatan yang akan penulis sampaikan dalam tulisan dalam blog ini. Pada hakekatnya penulis hendak membahas gugatan terkait permasalahan BRIN ini secara ilmiah, tanpa dilandasi kebencian kepada sebagian elemen anak bangsa ini. Berikut ini gugatan yang penulis beri judul "Indonesia Menggugat Keberadaan dan Konsep Riset dan Inovasi ala BRIN".

 

Gugatan ke-1:

Pada Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas Iptek, berbunyi: "Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional".

Frasa ‘terintegrasi’ di pasal tersebut cenderung multitafsir. Kata 'terintegrasi' dimaknai oleh pemerintah sebagai pembubaran dan diikuti peleburan. Sementara itu, makna 'terintegrasi' sudah dikunci di penjelasan Pasal 48 (1) yakni "mengarahkan dan menyinergikan". Frasa ‘terintegrasi’ ini seharusnya tidak dilepaskan dari pasal-pasal sebelumnya di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas Iptek.

Jika kita menjalankan kesepakatan yang tercantum Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 ini, maka BRIN merupakan badan yang melakukan koordinasi terhadap berbagai lembaga yang menjalankan penelitian, pengembangan, pengkajian, dan penerapan serta invensi dan inovasi seperti BATAN, BPPT, LIPI, dan LAPAN. Dan, apa yang telah terjadi dengan peleburan Lembaga Litbangjirap ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang.

 

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas Iptek. Link: https://drive.google.com/file/d/1DKjopyKxF_IpkXmxa_fbB-uZRRMWIRxy/view?usp=sharing

 

Gugatan ke-2:

Peleburan Lembaga Litbangjirap kedalam BRIN setidaknya berdampak pada aspek berikut ini:

a) Status pegawai pemerintah non-pegawai negeri (PPNPN). Banyak PPNPN yang diberhentikan secara sepihak tanpa pesangon setelah peleburan lembaga kedalam BRIN.

b)  Fasilitas. Dengan peleburan kedalam BRIN banyak fasilitas yang dipindahkan tanpa memperhatikan keberlanjutan riset sebelumnya di lembaga lama, dan tidak sedikit yang mengalami idle.

c)  Penurunan status. Banyak Lembaga Litbangjirap yang mengalami penurunan status, bahkan ada yang dimatikan.

BRIN melakukan peleburan tanpa mempertimbangkan rasa kemanusiaan sedikitpun, hanya berdasar interpretasi sepihak terhadap Undang-Undang. Perilaku BRIN saat ini bagaikan berfiqih tanpa tasawuf, maka yang terjadi adalah kefasikan. Kefasikan BRIN dibuktikan dengan banyaknya PPNPN yang telah mengabdi puluhan tahun, bahkan ada yang mendapatkan penghargaan dari Presiden, dibuang begitu saja bak sampah yang tidak berguna dengan berlindung pada Undang-Undang.

Banyak pihak yang menilai bahwa telah terjadi kemunduran iptek di Indonesia pasca peleburan litbangjirap ke dalam BRIN. Peleburan litbangjirap ke dalam BRIN justru ancaman terhadap keberhasilan visi Presiden Jokowi tentang kemajuan iptek, terutama oleh kepemimpinan BRIN dalam melaksanakan seluruh manajemen proses transisi yang hampir satu tahun sejak April 2021.

 

Banyak PPNPN yang diberhentikan secara sepihak tanpa pesangon setelah peleburan lembaga kedalam BRIN. Link: https://www.beritatrans.com/artikel/219632/Ini-Cerita-Awak-Kapal-Riset-Baruna-Jaya--Tak-Ada-Surat-Lisan-Begitu-Saja-dari-BRIN-Tanggal-1-Harus-Hengkang-Semuanya-/

 

Gugatan ke-3:

Peleburan Lembaga Litbangjirap justru akan mendorong ke sebuah platform yang tertutup, sehingga inovasi yang terjadi menjadi tertutup atau “close innovation”. Peleburan ini justru melemahkan konvergensi kegiatan riset dan inovasi secara nasional. Dalam era disrupsi ini seharusnya perlu didorong konvergensi kegiatan riset dan inovasi, yaitu pendekatan riset dan inovasi yang dilakukan secara terkoordinir, terintegrasi, dan kolaborasi.


Gambar 1. konvergensi kegiatan riset dan inovasi.

 

Gugatan ke-4:

Organisasi BRIN saat ini menjadi badan sangat "gemuk". Layaknya manusia, badan yang gemuk akan lebih lamban dibanding badan yang ramping. Organisasi yang ramping dapat melayani pelanggan secara lebih customized, memiliki kemampuan untuk menggali peluang-peluang secara lebih beragam dan lebih luas. Dan dampaknya adalah pada pembiayaan terhadap kegiatan riset menjadi relatif sangat kecil dan sifatnya "printhilan" atau bisa disebut "small many". Pola pembiayaan seperti ini menurut penulis tidak akan memberikan sesuatu yang spektakuler, tetapi hanya publikasi dan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) saja. Hal ini sungguh akan memprihatinkan, dan tidak menjalankan amanat dari Presiden Jokowi secara benar dan "smart".

 



 

Gugatan ke-5:

Jika melihat struktur organisasi dan tupoksi (tugas pokok dan fungsi) setiap unit yang ada didalamnya, maka fungsi riset dan fungsi alih teknologi menyatu dalam BRIN. Kedua fungsi ini tidak akan efektif jika ada dalam sebuah badan riset, harus ada pemisahan secara organisasi, karena ada perbedaan mendasar dari sebuah badan riset dengan badan alih teknologi.

Fungsi alih teknologi harusnya dilakukan oleh Lembaga Intermediasi atau Technology Transfer Office (TTO). Pada dasarnya, lembaga intermediasi berperan sebagai mediator dalam berbagai macam konteks. Peran intermediasi erat kaitannya dengan topik inovasi. Lembaga Intermediasi merupakan organisasi jasa, yaitu organisasi bisnis jasa yang bergantung pada pengolahan berbagai macam pengetahuan (yang disebut sebagai kegiatan knowledge-intensive).

BRIN sebagai lembaga riset dan sekaligus inovasi harus memiliki Lembaga Intermediasi atau Technology Transfer Office (TTO) yang secara khusus dan profesional melakukan aktivitas alih teknologi semua hasil invensi kepada industri maupun dalam pola pembentukan Pengusaha Pemula Berbasis Teknologi (PPBT). Berikut ini contoh  Technology Transfer Office (TTO) di Bulgarian Aero-space Agency.



 

Gugatan ke-6:

BRIN belum memiliki rencana induk riset dan inovasi (yang menjadi prioritas nasional) dalam jangka pendek, menengah, dan panjang yang menjadi acuan dan penugasan di setiap OR (Organisasi Riset) dan PR (Pusat Riset) di bawah BRIN. BRIN hanya berpijak pada memperebutkan dana melalui proposal yang berasal dari bawah (pada periset dan perekayasa) dan terfokus pada publikasi dan HKI sebagai output. Disamping itu, pembiayaan terhadap kegiatan riset menjadi relatif sangat kecil dan sifatnya "printhilan" atau bisa disebut "small many".

Pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 6,09 triliun untuk Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 2022 dalam Anggaran Pendapatan Pendapatan dan Belanja (APBN). Rinciannya, senilai Rp 3,03 triliun untuk program riset dan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi dan Rp 3,06 triliun untuk program dukungan managemen.

 


 
Gugatan ke-7:

Kelas jabatan pada jabatan fungsional yang ada di BRIN belum disamakan, dimana masih ada kesenjangan diantara jenis jabatan fungsional. Kelas jabatan ini akan menentukan nilai Tunjangan Kinerja dan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang diberikan negara kepada pejabat fungsional di BRIN. Dengan masih adanya kesenjangan kelas jabatan pada jabatan fungsional yang ada di BRIN ini maka akan menimbulkan kecemburuan sosial dan tentu akan berdampak pada kinerja secara keseluruhan. 

Perbandingan kelas jabatan antara peneliti dan perekayasa:

Kelas Jabatan Fungsional Peneliti sebagai berikut:

  • Peneliti Ahli Pertama, kelas jabatan 8 dengan nilai jabatan 1280;
  • Peneliti Ahli Muda, kelas jabatan 9 dengan nilai jabatan 1355;
  • Peneliti Ahli Madya, kelas jabatan 12 dengan nilai jabatan 2330; dan.
  • Peneliti Ahli Utama, kelas jabatan 14 dengan nilai jabatan 3010.

Kelas Jabatan Fungsional Perekayasa sebagai berikut:

  • Perekayasa Ahli Pertama, kelas jabatan 8 dengan nilai jabatan 1280;
  • Perekayasa Ahli Muda, kelas jabatan 9 dengan nilai jabatan 1355;
  • Perekayasa Ahli Madya, kelas jabatan 11 dengan nilai jabatan 1930; dan.
  • Perekayasa Ahli Utama, kelas jabatan 13 dengan nilai jabatan 2485.

 

Gugatan ke-8:

Dengan peleburan BRIN berdampak pada terganggunya program riset dan pengembangan teknologi, seperti pengembangan PUNA (Pesawat Udara Nir Awak) oleh BPPT dan vaksin merah putih oleh Lembaga Eijkman. Peleburan Lembaga Litbangjirap disinyalir akan menyebabkan kemunduran ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan inovasi di Indonesia.

 

 Keterangan Gambar: PUNA dan vaksin merah putih.

 

Gugatan ke-9:

Peleburan BRIN justru merubah pola riset dan inovasi nasional yang semula multi-pelaku dalam riset dan inovasi (Lembaga Litbangjirap) menjadi pelaku tunggal hanya oleh BRIN. Dengan demikian akan sangat bertentangan dengan pasal 42, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019, dimana  Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi terdiri atas lembaga penelitian dan pengembangan, lembaga pengkajian dan penerapan, perguruan tinggi, Badan Usaha, dan lembaga penunjang. 

Gambar dibawah ini merupakan salah satu contoh program riset dan inovasi yang melibatkan multi-pelaku dalam senuah konsorsium.

 Keterangan Gambar: Konsorsium riset dan inovasi PUNA MALE


 

Gugatan ke-10:

BRIN saat ini lebih mengklaim dirinya sebagai institusi yang hanya melakukan riset saja, sehingga keluaran utama yang ditargetkan berupa publikasi dan hak kekayaan intelektual (HKI). Dengan demikian, BRIN secara tidak langsung menghilangkan fungsinya sebagai lembaga pengkajian dan penerapan teknologi.

Perubahan unit dari Lembaga Litbangjirap yang telah dilebur kedalam BRIN sepenuhnya diarahkan sebagai Lembaga Riset, dan keluaran yang ditargetkan adalah publikasi dan hak kekayaan intelektual (HKI). Dengan demikian, seluruh unit yang dulu dibawah BPPT menjadi unit riset, dan harus meninggalkan fungsinya sebagai unit pengkajian dan penerapan teknologi. Menurut penulis hal ini merupakan bencana bagi bangsa dan negara ini.

Ini dibuktikan pada saat bangsa dan negara ini mengalami kesulitan, BRIN tidak tampil ke depan sebagai badan yang memiliki kemampuan sumber daya manusia dan teknologi, seluruh unit dalam BRIN hanya fokus dan sibuk pada riset yang kecil-kecil dan tidak memberikan jawaban permasalahan bangsa dan negara yang dihadapi saat ini.

 

Gugatan ke-11:

Sejak Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memegang penuh kendali semua fasilitas lembaga riset non-kementerian (LPNK), PT Industri Nuklir Indonesia atau Inuki (Persero) tak bisa lagi berbisnis secara normal. Sejak akhir tahun lalu, PT Inuki dilarang memasuki kawasan reaktor di Pusat Penelitian Ilmu dan Pengetahuan (Puspiptek) Serpong, Tangerang, Banten.

Sebagai mitra Badan Teknologi Nuklir Indonesia (BATAN) yang kini dilebur ke BRIN, PT Inuki sebelumnya bebas mengakses reaktor. PT Inuki butuh akses ke reaktor untuk memproduksi radioisotop, radiofarmaka, hingga elemen bahan bakar nuklir (EBN) yang dibutuhkan untuk pengoperasian reaktor. 

PT. Inuki didirikan BATAN sejak 1996 untuk hilirisasi riset, perusahaan pelat merah itu punya kantor di kawasan Puspiptek. Pada 2015, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mewajibkan Inuki membayar sewa kepada BATAN karena kantor PT Inuki berada di atas lahan milik negara. Per tahun, nilai sewa lahan yang ditetapkan BPK sebesar Rp900 juta. 

 


  

Gugatan ke-12:

Menurut Kepala BRIN, tugas BRIN yang utama adalah untuk memberikan kontribusi pada SDM unggul. Sehingga riset dan inovasi apapun yang dilakukan, menurut Kepala BRIN, utamanya  diarahkan pada pembentukan SDM unggul, bukan pada kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi maupun kemajuan negara. Sehingga sebuah kegiatan riset dan inovasi yang menghasilkan produk dinilai "berbahaya", karena dinilai hanya mengintegrasikan berbagai komponen menjadi sistem.

Dengan menyimak pernyataan Kepala BRIN diatas, maka penulis perlu membuat tulisan terkait reverse engineering dan forward engineering agar tidak terjadi "kelirumologi" dalam memahami pengembangan teknologi (technology development).

 

Keterangan:

Kelirumologi pertama dicetuskan oleh Jaya Suprana, seorang pengusaha jamu asal Kota Semarang yang juga pendiri Museum Rekor Indonesia. Kelirumologi adalah suatu mazhab atau paham mempelajari atau menelaah kekeliruan demi mencari kebenaran.

 

Dari pernyataan tersebut diatas, menunjukkan adanya "kelirumologi" terkait dengan konsep kinerja riset dan inovasi, karena ada pemahaman yang tidak jelas terhadap mana yang termasuk aspek input, output, outcome, benefit, dan impact dalam sebuah kegiatan riset dan inovasi. Dalam perencanaan riset dan inovasi didasari logical framework yang meliputi input, output, outcome, benefit dan impact. Pada logical framework, perencanaan sebuah aktivitas riset dan inovasi akan dirumuskan secara terukur dan terinci serta menyertakan pengendalian dan evaluasi yang dituangkan ke dalam sebuah kebijakan rencana strategis riset dan inovasi.

 

 Keterangan Gambar: Logical framework

 

Gugatan akan bertambah ........

 



 

+62 812-9614-6386

+62 818-0913-4457


ygdn2021@gmail.com

aviessiena2000@yahoo.com

 

 

CV Penulis:  https://drive.google.com/file/d/1LwXWQDGS8xVbAtKpV3_XOrELy3KAWS99/view?usp=sharing

Google Scholar Penulis

Link: https://scholar.google.com/citations?hl=id&view_op=list_works&gmla=AJsN-F6F3vEvezSjLOHk002jLjmGv6v_l42xK6WWNnVjYGiX98SWMB5eTGXY7EBmjzYMxqmPIIAHtZl0lil5k6tpaMdFgqJRmExXDdaEIJXKvSc6vp8OMJs&user=sSHR7sMAAAAJ

 

 

 

1 komentar:

Susalit Setyo Wibowo mengatakan...

Mohon komentar pembaca dengan semangat untuk perbaikan, dan jauhkan komentar yang bernada kebencian dan sara. Kita ciptakan kritik yang membangun.

Tingkat Kesiapan Inovasi (KATSINOV)

  TINGKAT KESIAPAN INOVASI (KATSINOV) Oleh: Susalit Setyo Wibowo A.     Konsep KATSINOV Pengukuran dan Penetapan Tingkat Kesiapan Inovas...