Sabtu, 09 April 2022

Opini Bulan Ini: "Kelirumologi" BRIN

"KELIRUMOLOGI" BRIN

 

Oleh: Susalit Setyo Wibowo


 "Kelirumologi"

Kelirumologi pertama dicetuskan oleh Jaya Suprana, seorang pengusaha jamu asal Kota Semarang yang juga pendiri Museum Rekor Indonesia. Sebagai pemikir, Jaya Suprana kerap kali memperdalam berbagai literatur baik dari buku maupun media lainnya untuk mempelajari kekeliruan yang terlanjur dianggap benar di tengah masyarakat. Dari hasil olah pikirnya itu, Jaya menerbitkan buku berjudul Kaleidoskopi Kelirumologi. Buku tersebut mengajak pembaca agar lebih kritis terhadap semua hal yang dianggap benar padahal sebenarnya salah. Jadi, kelirumologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kekeliruan menyebutkan suatu kata atau kalimat yang sudah dianggap benar di tengah masyarakat.

 

 Keterangan Foto: Bapak Jaya Suprana (Courtesy of jakarta.ayoindonesia.com).

 

Jika kita mempelajari sejarah sains atau ilmu pengetahuan maka pada hakekatnya bertaburan spora kekeliruan. Misalnya kekeliruan Aristoteles meyimpulkan bahwa mahluk hidup hadir secara spontan seperti ulat-ulat yang keluar dari buah apel busuk. Atau kekeliruan teori evolusi Charles Darwin yang bertentangan dengan hasil penelitian John Gregor Mendel tentang genetika campuran. 

Sebenarnya banyak kekeliruan yang sudah di anggap benar di tengah masyarakat. Oleh karenanya, kita dituntut untuk lebih kritis terhadap semua hal yang dianggap benar padahal sebenarnya salah. Dengan mengadopsi Kelirumologi Jaya Suprana, kita mencoba mempelajari atau menelaah kekeliruan demi mencari kebenaran.

teori evolusi Charles Darwin

Artikel ini telah diterbitkan di halaman SINDOnews.com pada Kamis, 03 Mei 2018 - 06:00 WIB oleh Koran Sindo dengan judul "Kekeliruan Ilmiah Pemikiran Jenius Para Ilmuwan". Untuk selengkapnya kunjungi:
https://international.sindonews.com/berita/1302391/45/kekeliruan-ilmiah-pemikiran-jenius-para-ilmuwan

Untuk membaca berita lebih mudah, nyaman, dan tanpa banyak iklan, silahkan download aplikasi SINDOnews.
- Android: https://sin.do/u/android
- iOS: https://sin.do/u/ios

Misalnya kekeliruan Aristoteles meyimpulkan bahwa mahluk hidup hadir secara spontan seperti ulat-ulat yang keluar dari buah apel busuk

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kelirumologi, Enerji Penumbuh-kembangan Sains", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2021/07/29/164157465/kelirumologi-enerji-penumbuh-kembangan-sains?page=all.

Editor : Heru Margianto

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Misalnya kekeliruan Aristoteles meyimpulkan bahwa mahluk hidup hadir secara spontan seperti ulat-ulat yang keluar dari buah apel busuk

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kelirumologi, Enerji Penumbuh-kembangan Sains", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2021/07/29/164157465/kelirumologi-enerji-penumbuh-kembangan-sains?page=all.

Editor : Heru Margianto

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Misalnya kekeliruan Aristoteles meyimpulkan bahwa mahluk hidup hadir secara spontan seperti ulat-ulat yang keluar dari buah apel busuk.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kelirumologi, Enerji Penumbuh-kembangan Sains", Klik untuk baca: https://www.kompas.com/tren/read/2021/07/29/164157465/kelirumologi-enerji-penumbuh-kembangan-sains?page=all.

Editor : Heru Margianto

Download aplikasi Kompas.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat:
Android: https://bit.ly/3g85pkA
iOS: https://apple.co/3hXWJ0L

Untuk menajamkan pemikiran kritis para pembaca, kita mencoba untuk melihat BRIN dengan kacamata "Kelirumologi" demi mencari sebuah kebenaran. Walaupun didalam kebenaran itu sendiri masih terkandung spora kekeliruan. Oleh karena itu, sesungguhnya kebenaran yang hakiki hanya milik Allah SWT semata.

 

Memandang BRIN Dengan "Kelirumologi"

Yang penulis sampaikan ini semata-mata untuk mempelajari atau menelaah kekeliruan perihal BRIN demi sebuah kebenaran untuk perbaikan riset dan inovasi Indonesia ke depan. Penulis menganggap kebenaran yang hakiki hanya milik Allah SWT semata, oleh karenanya sebuah pemikiran manusia sudah tentu terkandung spora kekeliruan sebagai akibat dari keterbatasan pengetahuan manusia, maupun akibat dari sebuah kepentingan nafsu manusia. Beberapa spora kekeliruan yang teridentifikasi oleh penulis secara "kelirumologi" dapat disampaikan sebagai berikut:

 

Spora Kekeliruan 1

Awal carut marut pembentukan BRIN adalah munculnya spora kekeliruan dalam menginterpretasikan kata "terintegrasi" dalam Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas Iptek, yang berbunyi: "Untuk menjalankan Penelitian, Pengembangan, Pengkajian, dan Penerapan, serta Invensi dan Inovasi yang terintegrasi dibentuk Badan Riset dan Inovasi Nasional". 

 

Dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia):

  • integrasi /in·teg·ra·si/ n pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau bulat;
  • integrasi bangsa Pol penyatuan berbagai kelompok budaya dan sosial ke dalam kesatuan wilayah dan pembentukan suatu identitas nasional; 
  • integrasi horizontal pembauran dengan pihak atau badan yang sederajat; 
  • integrasi kebudayaan Antr penyesuaian antara unsur kebudayaan yang saling berbeda sehingga mencapai suatu keserasian fungsi dl kehidupan masyarakat; 
  • integrasi kelompok Antr penyesuaian perbedaan tingkah laku warga suatu kelompok bersangkutan; 
  • integrasi vertikal pembaruan dengan pihak atau badan yg berada di atas (lebih tinggi); 
  • integrasi wilayah Pol pembentukan wewenang kekuasaan nasional pusat atas unit-unit atau wilayah politik yang lebih kecil yang mungkin beranggotakan kelompok budaya atau sosial tertentu;
  • berintegrasi /ber·in·teg·ra·si/ v berpadu (bergabung supaya menjadi kesatuan yg utuh);
  • mengintegrasikan /meng·in·teg·ra·si·kan/ v menggabungkan; menyatukan

 

Frasa ‘terintegrasi’ di pasal tersebut cenderung multitafsir. Kata 'terintegrasi' dimaknai oleh pemerintah sebagai pembubaran dan diikuti peleburan. Disinilah muncul spora kekeliruan dalam mengimplementasikan Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas Iptek.

Sementara itu, makna 'terintegrasi' sudah dikunci di penjelasan Pasal 48 (1) yakni "mengarahkan dan menyinergikan". Frasa ‘terintegrasi’ ini seharusnya tidak dilepaskan dari pasal-pasal sebelumnya di Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2019 tentang Sisnas Iptek.

Undang-Undang merupakan sebuah produk kesepakatan seluruh bangsa Indonesia yang diwakili oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Sebuah kesepakatan harus dilaksanakan secara murni dan konsekuen, jika melanggar maka dapat dicap sebagai "pengkhianat" terhadap kesepakatan yang telah dibuat.


Spora Kekeliruan 2

Dalam paparannya Kepala BRIN menyatakan bahwa slogan “bermula di akhir dan berakhir di awal” hanya berlaku untuk negara dengan aset pengetahuan memadai. Menurut penulis, hal ini merupakan spora kekeliruan, dimana pernyataan ini sungguh melupakan apa yang telah kita raih dalam penguasaan teknologi seperti yang dibuktikan oleh PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, PT Pindad, PT Len Indonesia, dan industri strategis lainnya. Jika aset pengetahuan bangsa Indonesia tidak memadai, maka tentu saja bangsa ini tidak mampu menguasai teknologi pesawat terbang, perkapalan, persenjataan, dan teknologi lainnya. Kita dididik Ir. Soekarno untuk "jangan sekali-kali melupakan sejarah (Jas merah)".

Slogan  “bermula di akhir dan berakhir di awal” memiliki filosofi yang strategis dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek). "Dimulai dari akhir" memiliki makna bahwa bangsa ini harus mampu membuat produk teknologi melalui pola Aliansi Teknologi (Technology Alliance) dengan beberapa negara melalui kemitraan strategis dalam teknologi, misalnya kemitraan strategis dalam teknologi aeronautika dengan Spanyol yang diwujudkan dalam bentuk kerjasama antara CASA Spanyol dan IPTN (Industri Pesawat Terbang Nurtanio) untuk merancang dan memproduksi bersama pesawat angkut sedang CN235. Dan, ini mampu dibuktikan oleh anak bangsa untuk direalisasikan melalui produksi sendiri CN235.

 

 

Keterangan Foto: Pesawat N235.


"Berakhir di awal" memiliki filosofi kemampuan untuk melakukan desain sendiri oleh anak bangsa. Dan ini telah dibuktikan dengan keberhasilan melakukan desain dan rekayasa N250, dan pada 10 Agustus 1995 telah berhasil diluncurkan pertama kalinya pesawat N250 karya anak bangsa. Momen ini kemudian diabadikan sebagai "Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Harteknas)".



Keterangan Foto: Pesawat N250.


Jika dibalik, yaitu mulai dengan melakukan aktivitas riset dasar dan terapan untuk memperoleh desain sendiri, maka hal ini membutuhkan biaya yang besar dan waktu yang cukup lama. Dengan filosofi “bermula di akhir dan berakhir di awal”, maka akan memotong biaya dan waktu yang cukup signifikan. Beberapa produk teknologi yang dibangun dengan filosofi “bermula di akhir dan berakhir di awal” antara lain adalah Kapal Cepat Reaksi (KCR) 60 yang berhasil diproduksi oleh PT PAL.

KCR (kapal cepat reaksi) 60

Baca artikel detiknews, "Filosofi Habibie Untuk PT PAL: Berawal dari Akhir, Berakhir di Awal" selengkapnya https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4705670/filosofi-habibie-untuk-pt-pal-berawal-dari-akhir-berakhir-di-awal.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/
KCR (kapal cepat reaksi) 60

Baca artikel detiknews, "Filosofi Habibie Untuk PT PAL: Berawal dari Akhir, Berakhir di Awal" selengkapnya https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4705670/filosofi-habibie-untuk-pt-pal-berawal-dari-akhir-berakhir-di-awal.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/
KCR (kapal cepat reaksi) 60

Baca artikel detiknews, "Filosofi Habibie Untuk PT PAL: Berawal dari Akhir, Berakhir di Awal" selengkapnya https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-4705670/filosofi-habibie-untuk-pt-pal-berawal-dari-akhir-berakhir-di-awal.

Download Apps Detikcom Sekarang https://apps.detik.com/detik/


Keterangan Foto: KCR 60 buatan PT PAL.


Spora Kekeliruan 3

Menurut  Kepala BRIN ada tiga hambatan utama riset di Indonesia, yaitu:

1.  Critical mass yang masih rendah baik terkait sumber daya manusia, infrastruktur, maupun anggaran;

2.   Riset di Indonesia masih didominasi oleh pemerintah. Anggaran riset 80 persen dari pemerintah;

3.    Masih adanya ego sektoral, minim kolaborasi dalam riset.

Permasalahan diatas merupakan permasalahan klasik yang terjadi di Indonesia, dan penulis sangat setuju dengan pernyataan itu. Namun demikian, ada spora kekeliruan dalam cara merespon permasalahan tersebut, yaitu dengan jalan peleburan Lembaga Litbangjirap ke BRIN. Jalan yang diambil ini belum diyakini sebagai jalan yang akan memberikan solusi  tepat, tetapi sudah pasti akan menimbulkan permasalahan baru yang semakin pelik.

Salah satu contoh,  "Pemetaan SDM" yang selama ini dilakukan telah meluluh lantakkan "Kelompok Riset" atau "Kelompok Kajian" atau "Pusat Unggulan" yang sudah lama dibangun dan memiliki portofolio tersendiri bagi masyarakat maupun industri, karena dengan "Pemetaan SDM" berdampak pada bubarnya "Kelompok Riset" atau "Kelompok Kajian" atau "Pusat Unggulan" dan menyebarnya SDM ke unit barunya yang belum tentu pas dengan apa yang telah dikerjakan selama ini. Dengan kepindahan ke unit-unit baru ini maka perlu waktu untuk melakukan proses forming, storming, norming, dan performing dalam organisasi unit yang barunya. Untuk membangun kompetensi individu dan kelompok memerlukan waktu yang cukup lama, dan hal ini akan berdampak pada kinerja unit.

 

Spora Kekeliruan 4

Jika menelaah dari nama lembaga BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional), maka disitu terdapat dua kata kunci, yaitu "Riset" dan "Inovasi". Namun demikian, unit yang ada dibawahnya hanya menyandang kata kunci "Riset" saja, yaitu "Organisasi Riset (OR)" dan "Pusat Riset (PR)". Ini merupakan sebuah spora kekeliruan, karena kata kunci "Riset" dan "Inovasi" yang tercantum dalam nama BRIN, maka seharusnya kedua kata kunci tersebut tercantum dalam nama unit dibawahnya, mengingat badan ini mengklaim dirinya menghasilkan invensi sebagai output dan inovasi sebagai outcome-nya. 

Beberapa pertanyaan mendasar yang akan muncul, apakah kegiatan riset dasar dan terapan secara otomatis akan menghadirkan sebuah inovasi sehingga kata kunci "inovasi" dalam nama unit tidak harus disebut dan dicantumkan dalam nama unit dibawah BRIN? Pencantuman kedua kata kunci "Riset" dan "Inovasi" dalam nama unit dibawah BRIN menjadi penting karena akan mencerminkan tugas pokok dan fungsi unit bersangkutan, untuk menunjang output dan outcome BRIN sendiri.

 

Kenyataan yang terjadi adalah banyak hasil invensi yang gagal masuk pasar maupun gagal bersaing di pasar. Sebagai contoh, di USA, dari 100 ribu invensi terdapat 50 ribu patent yang gagal di pasar dan 25 ribu yang berhasil menjadi lisensi, dan dari 25 ribu lisensi hanya 250 yang sukses sebagai startup company. Dan, fakta menunjukkan bahwa aspek teknologi saja tidak cukup untuk mewujudkan sebuah inovasi, tetapi harus juga didukung oleh aspek non teknologi.

Disamping itu, wadah organisasi profesi bagi 11 jabatan fungsional yang ditunjuk secara resmi oleh BRIN adalah "Perhimpunan Periset Indonesia (PPI)". Oleh karenanya, spora kekeliruan menjadi lebih jelas lagi. Menurut penulis, spora kekeliruan dalam menginterpretasikan nama lembaga kedalam implementasi nyata di lapangan akan menyebabkan tumbuhnya spora kekeliruan lainnya, antara lain seperti spora kekeliruan dalam aspek output dan outcome lembaga.


Spora Kekeliruan 5

Prinsip dasar riset menurut BRIN: Riset = Proses menciptakan “kebaruan” secara ilmiah. Kebaruan atau Novelty dalam sebuah produk atau jasa merupakan salah satu jenis dari Unique Selling Point (USP). USP adalah alasan suatu produk atau layanan berbeda dan lebih baik dari pesaingnya. Dan, USP merupakan faktor yang sangat menentukan Value Proposition dari produk atau layanan yang kita kembangkan.

 


 

Kebaruan atau Novelty merupakan USP yang berasal dari fitur baru atau inovasi yang belum dikembangkan oleh pesaing. Namun demikian, USP jenis ini biasanya berumur pendek karena peniru dapat dengan cepat meniru produk atau layanan baru tersebut. Oleh karenanya bila hanya terpaku pada kebaruan atau novelty pada produk atau layanan baru kita, maka itu merupakan sebuah potensi munculnya spora kekeliruan.

Misalnya, ketika Apple memasuki pasar ponsel dengan iPhone, tidak bisa begitu saja menjual ponsel lain. Untuk membuat pelanggan meninggalkan Blackberry, Motorola, dan Palm Pilots mereka, Apple perlu menawarkan sesuatu yang benar-benar baru kepada pasar. Jadi, ia menawarkan iPod, akses internet, dan telepon semua dalam satu perangkat layar sentuh yang tak terbayangkan (pada saat itu). Sayangnya untuk Apple, tidak lama kemudian setiap perusahaan telepon menyamai atau melampaui iPhone Apple, sehingga USP berbasis kebaruan atau novelty-nya dengan cepat menguap.

Kebanyakan orang menganggap kebaruan atau novelty merupakan segala-galanya untuk produk atau layanan baru, tetapi masih ada jenis USP lain yang perlu dipertimbangkan untuk membuat produk atau layanan baru ini memiliki daya saing yang kuat di pasar. Dalam menetapkan USP akan membutuhkan beberapa penelitian dan refleksi. Sehingga kita perlu mencari tahu aspek apa dari produk atau bisnis yang mungkin menarik pelanggan, dan kemudian merenungkan apakah kita dapat melakukan pekerjaan yang lebih baik dalam menyediakan aspek-aspek tersebut daripada pesaing kita. 


Keterangan Gambar: Gambaran USP sebagai gunung es.

 

USP digambarkan sebagai gunung es: 

  • Bagian di atas permukaan air (lihat gambar) adalah apa yang secara sadar diperhatikan oleh pelanggan kita, yaitu harga, kualitas, kecepatan, spesialisasi, dan lokasi. Jenis USP ini adalah titik awal yang baik untuk freelancer atau pengusaha baru. 
  • Sedangkan bagian di bawah permukaan air (lihat gambar) adalah apa yang dirasakan pelanggan yang belum tentu disadari oleh mereka, seperti kebaruan atau novelty, kelangkaan atau rarity, serta status.

Penjelasan beberapa jenis USP yang digambarkan diagram gunung es diatas sebagai berikut:


 

USP adalah faktor atau aspek yang membuat bisnis, produk atau layanan yang terlihat berbeda dari kompetitor sejenisnya. Dengan kata lain unique selling point menentukan keunikan dan kekuatan dari brand atau bisnis di pasaran. USP biasanya didasarkan pada nilai dan manfaat apa yang sebenarnya akan tawarkan kepada pelanggan melalui produk atau brand itu sendiri. 

Salah satu alasan pentingnya USP adalah karena dengan USP akan dapat membentuk dan memfokuskan tujuan pemasaran dengan lebih mudah sehingga dapat membedakan brand dan produk kita dari pesaing secara efektif. Selain itu, USP yang mengkomunikasikan keunggulan atau manfaat yang diberikan oleh brand kepada konsumen juga dapat menjadi bagian integral dalam strategi branding perusahaan agar tetap berkesan dan membentuk citra positif di mata konsumen. 

 




+62 812-9614-6386

+62 818-0913-4457

ygdn2021@gmail.com

aviessiena2000@yahoo.com


CV Penulis:  https://drive.google.com/file/d/1LwXWQDGS8xVbAtKpV3_XOrELy3KAWS99/view?usp=sharing

Google Scholar Penulis

Link: https://scholar.google.com/citations?hl=id&view_op=list_works&gmla=AJsN-F6F3vEvezSjLOHk002jLjmGv6v_l42xK6WWNnVjYGiX98SWMB5eTGXY7EBmjzYMxqmPIIAHtZl0lil5k6tpaMdFgqJRmExXDdaEIJXKvSc6vp8OMJs&user=sSHR7sMAAAAJ

Tidak ada komentar:

Tingkat Kesiapan Inovasi (KATSINOV)

  TINGKAT KESIAPAN INOVASI (KATSINOV) Oleh: Susalit Setyo Wibowo A.     Konsep KATSINOV Pengukuran dan Penetapan Tingkat Kesiapan Inovas...