Selasa, 19 April 2022

Opini Bulan Ini: Quovadis Pengkajian & Penerapan Teknologi Di Indonesia (Part 1)

QUOVADIS PENGKAJIAN & PENERAPAN TEKNOLOGI DI INDONESIA (Part 1)

 

Oleh: Susalit Setyo Wibowo


Tulisan yang terdiri dari 3 bagian ini sebagai bentuk sumbangsih pemikiran bagi bangsa dan negara ini untuk melangkah maju menuju kemajuan yang telah diidam-idamkan bersama. Pada masa Presiden Soekarno telah dimulai menanamkan tonggak pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan dilanjutkan oleh penerusnya hingga saat ini. Lembaga seperti LIPI, BATAN, LAPAN, BPPT, Lembaga Eijkman, dan BSN menjadi ujung tombak, dan Kementerian Negara Riset dan Teknologi sebagai dirigen-nya, dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di Indonesia. Dengan dileburnya lembaga-lembaga ini kedalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) serta hilangnya Kementerian Riset dan Teknologi merupakan dinamika dari kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun demikian, perlu ada mitigasi terhadap munculnya dampak negatif akibat perubahan kelembagaan ini. Salah satu yang difokuskan dalam tulisan ini adalah pada fungsi pengkajian dan penerapan teknologi. Kemana perginya "pengkajian dan penerapan teknologi" pasca peleburan menjadi BRIN?, dan apa dampaknya bagi bangsa dan negara ini bilamana fungsi pengkajian dan penerapan teknologi ini ditiadakan?.


Kilas Balik Sejarah 

Pada pembukaan Musyawarah Nasional untuk Perdamaian tanggal 25 Januari 1960 di Bandung, Ir. Soekarno (Presiden RI pertama) menyatakan lima tahapan revolusi dunia, yakni revolusi agama, komersial, industri, atom, dan revolusi luar angkasa. Pemikiran yang visioner dari Ir. Soekarno telah benar-benar terjadi saat ini, yaitu munculnya radikalisme agama, ekonomi digital, revolusi industri 4.0, penggunaan nuklir untuk perdamaian dan kemanusiaan, serta munculnya space race atau perlombaan kecanggihan teknologi luar angkasa.

Soekarno juga tak segan-segan menyekolahkan putra-putri terbaik bangsa ini untuk menempuh pendidikan tinggi di luar negeri. Dalam salah satu pidatonya dalam peresmian Perguruan Tinggi Teknik Surabaya (cikal bakal ITS Surabaya) ia mengemukakan “…Fase industrialisasi hanya bisa dimenangkan dengan hadirnya tenaga-tenaga ahli teknik yang handal".

 


 

Pada tahun 1956, pemeritah Indonesia membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) dengan tugas pokok adalah membimbing perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Memberi pertimbangan kepada pemerintah dalam hal kebijaksanaan ilmu pengetahuan. Pada tahun 1962, pemerintah membentuk Departemen Urusan Riset Nasional (DURENAS) dan menempatkan MIPI di dalamnya dengan tugas tambahan membangun dan mengasuh beberapa lembaga riset nasional. Sejak Agustus 1967, pemerintah membubarkan LEMRENAS dan MIP, dan membentuk Lembaga Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (LIPI).

Pemikiran visioner  Ir. Soekarno dan kondisi politik saat itu juga telah mendorong dibentuknya Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) pada 5 Desember 1958. Tugas BATAN adalah melaksanakan penelitian, pengembangan dan pendayagunaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Kemudian dibentuk Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) pada 27 Nopember 1963. LAPAN diberi tugas mengadakan penelitian, melakukan pengembangan, dan membuat kebijakan nasional di bidang sains antariksa dan atmosfer, teknologi penerbangan dan antariksa, serta penginderaan jauh.

Pada masa pemerintahan Ir. Soekarno, telah dibentuk Menteri Negera Urusan Research Nasional pada 6 Maret 1962. Jabatan ini kemudian ditiadakan pada Kabinet Dwikora III (yang dibentuk pemerintahan Ir. Soekarno mulai 31 Maret 1966 sampai 25 Juli 1966), kemudian diadakan kembali pada Kabinet Pembangunan III (yang dibentuk pemerintahan Soeharto mulai 1 April 1979 sampai 31 Maret 1984). 

 

Video B.J. Habibie:



 

Pembentukan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) bermula dari gagasan Soeharto kepada Prof Dr. Ing. B.J. Habibie pada tanggal 28 Januari 1974. Prof Dr. Ing. B.J. Habibie diangkat sebagai penasehat pemerintah di bidang advance teknologi dan teknologi penerbangan yang bertanggung jawab langsung pada presiden dengan membentuk Divisi Teknologi dan Teknologi Penerbangan (ATTP) Pertamina. Pada 1 April 1976, ATTP diubah menjadi Divisi Advance Teknologi Pertamina. Kemudian pada 21 Agustus 1978, Divisi Advance Teknologi Pertamina berubah secara resmi menjadi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). BPPT menjalankan tugas pemerintahan di bidang pengkajian dan penerapan teknologi. BPPT dibutuhkan sebagai lembaga yang mengkaji masalah-masalah teknologi secara mendalam dan menyeluruh agar penerapan teknologi memberikan manfaat bagi kepentingan bangsa, khususnya dalam rangka mengembangkan industri dan produksi yang dapat memperkuat ketahanan nasional.

 

 Keterangan Gambar: Gedung Eijkman Institute dan foto Cristian Eijkman.

 

Sebelum dilebur kedalam BRIN, Indonesia memiliki Lembaga Eijkman, yaitu lembaga yang melakukan penelitian di bidang biologi molekuler. Lembaga Eijkman secara sah dihidupkan kembali pada Juli 1992 oleh B.J. Habibie, yang kala itu menjabat sebagai Menteri Riset dan Teknologi. Nama Lembaga Eijkman dipakai untuk menghormati Cristian Eijkman, peneliti berkebangsaan Belanda yang menjabat direktur pertama sekaligus penerima penghargaan Nobel bidang kedokteran pada tahun 1929 atas penemuan konsep vitamin, ketika melakukan studi penyakit beri-beri di Batavia. Pada tahun 1888, pemerintah Hindia Belanda mendirikan Geneeskundig Laboratorium (bahasa Inggris: The Central Laboratory of Public Health Service, bahasa Indonesia: Laboratorium Pusat Pelayanan Kesehatan Masyarakat) di Batavia. Cristian Eijkman ditunjuk sebagai direktur pertama sejak 15 Januari 1888.

Ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dan pemanfaatan teknologi melalui industrialisasi tidak akan lepas dari pengembangan dan penerapan standard. Pengembangan dan penerapan standard dimulai sejak zaman kolonial, yaitu dengan didirikannya Stichting Fonds voor de Normalisatie in Nederlands Indie (Yayasan Normalisasi di Hindia Belanda) dan Normalisatie Road (Dewan Normalisasi) pada tahun 1928 yang berkedudukan di Bandung. Setelah merdeka, pada tahun 1951 diadakan perubahan anggaran dasar ”Normalisasi Raad” dan terbentuk Yayasan Dana Normalisasi Indonesia (YDNI). Pada tahun  1955 YDNI mewakili Indonesia menjadi anggota organisasi standar internasional ISO dan pada tahun 1966 YDNI berhasil mewakili Indonesia menjadi anggota International Electrotechnical Commission/IEC. Pemerintah mulai menempatkan standardisasi sebagai fungsi strategis dalam menunjang pembangunan nasional. Pada tahun 1973 ditetapkan program “Pengembangan Sistem Nasional untuk Standardisasi” sebagai prioritas dan pada tahun 1976 dibentuk Panitia Persiapan Sistem Standardisasi Nasional. Pada tahun 1984 dengan SK Presiden RI dibentuk Dewan Standardisasi Nasional (DSN) dengan tugas pokok menetapkan kebijakan standardisasi, melaksanakan koordinasi dan membina kerjasama di bidang standardisasi nasional. Kemudian pada tanggal 27 Maret 1997 pemerintah membubarkan DSN yang selanjutnya berganti menjadi  Badan Standardisasi Nasional (BSN). BSN sendiri merupakan Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang diberikan tugas oleh pemerintah untuk membina dan mengkoordinasikan seluruh kegiatan standardisasi dan penilaian kesesuaian di Indonesia. 

 

Keterangan Gambar: Hubungan  antara standard teknis, pertumbuhan ekonomi, dan inovasi (Sumber: Wenfang Sun, dkk, 2019).

 

Tokoh-tokoh di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di Indonesia dulu telah memahami adanya keterkaitan antara standard teknis, pertumbuhan ekonomi, dan inovasi. Standard teknis, pertumbuhan ekonomi dan inovasi adalah tidak terpisah satu sama lain dan saling menyusup dan berpengaruh. Diantaranya, inovasi dapat memberikan perusahaan dengan teknologi baru dan melalui penjualan produk baru dan bergabung di pasar baru untuk mendapatkan keuntungan ekonomi manfaat, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi; Sosial-ekonomi pertumbuhan telah meningkatkan permintaan untuk produk baru dan mendorong inovasi teknologi. Demikian pula, standard teknis dimulai dengan inovasi teknologi. Untuk memperoleh manfaat ekonomi yang lebih besar dan menempati tempat yang lebih menguntungkan pasar, perusahaan pasti akan meningkatkan teknologi untuk standard; pembentukan standard teknis dan difusi teknologi inovatif yang lebih baik, sehingga meningkatkan dampak inovasi teknologi. Selain itu, standard teknis berkontribusi pada peningkatan efisiensi total perusahaan dan masyarakat melalui efek jaringannya, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat; Pertumbuhan sosial ekonomi memiliki peran meningkatnya pemenuhan persyaratan standard, dan dapat mempromosikan pembentukan standard teknis.

Perjalanan kilas balik sejarah berdirinya LIPI, BATAN, LAPAN, BPPT, Lembaga Eijkman, dan BSN tidak lepas dari berbagai tuntutan zaman, dan lembaga-lembaga tersebut merupakan aset kekayaan Indonesia. Lembaga-lembaga tersebut telah berperan dan memberi sumbangan bagi kemajuan bangsa dan negara ini di bidangnya masing-masing. Akankah aset bangsa dan negara ini hilang tanpa bekas?

 

Apa Yang Terjadi Saat Ini?  

Semenjak peleburan lembaga-lembaga seperti LIPI, BATAN, LAPAN, BPPT, dan Lembaga Eijkman kedalam BRIN, maka banyak sekali pro dan kontra yang terjadi. Bahkan tidak sedikit korban yang berjatuhan, cukup memprihatinkan. Banyak para peneliti/perekayasa yang belum mendapatkan tempat pada "pemetaan SDM" berubah tupoksi (tugas pokok dan fungsi), sebagaimana yang penulis lakukan, tidak lagi melakukan pengkajian dan penerapan teknologi tapi berubah menjadi "meneliti BRIN". Sungguh tragis dan memilukan, mau dibawa kemana arah riset dan inovasi Indonesia kedepan?



Penulis mencoba memahami fenomena peleburan "lembaga-lembaga legendaris" ini, tapi logika yang terbangun malah justru bertolak belakang dengan apa yang sudah terjadi saat ini. Apakah yang terjadi saat ini merupakan sebuah pemikiran yang "brilian" atau sebuah pemikiran yang "cupet" atau "sempit" dari pemegang keputusan eksekusi dan pembuat regulasi (pemerintah dan DPR)? Apakah yang dilakukan saat ini merupakan tindakan "taktis", atau hanya tindakan "politis" semata? Itulah pertanyaan-pertanyaan "nakal" yang terlontar dari penulis.

 

Episode Baru dan Respon Solutif BRIN

Setelah episode "BRIN" berlalu, maka muncul episode baru tentang "kelangkaan pasokan dan kenaikan harga minyak goreng" dan "kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM)". Kedua episode tersebut sesungguhnya akan menjadi sebuah momentum apabila ada respon yang  solutif  dari BRIN. Yang terjadi adalah tidak adanya respon solutif dari BRIN, lembaga baru ini sedang sibuk sendiri dengan pekerjaan rumahnya. Dari kondisi ini, penulis berpikir jauh ke belakang, jika Kementerian Teknis masih memiliki Lembaga Penelitian dan Pengembangan (Litbang) sendiri maka respon cepat akan dilakukan untuk memberikan solusi bagi permasalahan bangsa dan negara ini. 

 


  Keterangan Gambar: Antrian minyak goreng saat terjadinya kelangkaan minyak goreng di pasar.

 

Jikalau Kementerian Teknis meminta bantuan kepada BRIN, maka tentu saja mekanisme kontrak kerja dengan anggarannya akan terjadi dan ini menjadi permasalahan tersendiri bagi Kementerian Teknis untuk mengalokasikan anggarannya. Mekanisme respon cepat akan terjadi apabila Litbang berada dibawah Kementerian Teknis yang bersangkutan. Inilah persoalan kelembagaan yang penulis khawatirkan, dan hal itu terjadi walaupun banyak yang tidak menyadarinya. Lembaga besar seperti BRIN, dengan sumber dana dan daya yang ada harusnya memiliki kepekaan untuk melakukan respon solutif bagi pemecahan permasalahan bangsa dan negara ini.  

Respon justru datang dari Ketua Dewan Pengarah BRIN, Ibu Megawati Soekarnoputri, terhadap permasalahan langkanya pasokan dan kenaikan harga minyak goreng. Ibu Megawati meminta masyarakat mengurangi penggunaan minyak goreng dengan cara tidak menggoreng makanan. Megawati pun menegaskan bahwa anjuran untuk tidak menggunakan minyak goreng disampaikannya karena alasan kesehatan. Menurut pembaca, ini sebuah respon solutif atau bukan?

Dengan adanya peristiwa ini tentunya ada perenungan dan kajian ulang terhadap apa yang sudah dilakukan terkait dengan BRIN. Target mercusuar BRIN untuk mencetak Sumber Daya Manusia (SDM) unggul ini sebuah kebijakan yang tepat? BRIN seharusnya tidak memposisikan sebagai "BRIN = SDM Unggul", tetapi seharusnya "BRIN = Memberikan Solusi Bagi Permasalahan Bangsa dan Negara". Oleh karenanya ada tuntutan yang kuat kepada BRIN untuk selalu tampil dalam berbagai episode permasalahan bangsa dan negara dalam bentuk respon solutif yang nyata. Kita tentu akan sangat menghargai pada orang yang berpendidikan rendah tetapi selalu memberi respon solutif bagi permasalahan di lingkungannnya, daripada seorang Doktor yang tidak ada kepedulian pada permasalahan di lingkungannnya.

 

 

Berita Terkini (20 April 2022):

Kejaksaan Agung tampil didepan untuk membongkar kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil atau CPO atau minyak goreng yang disebut menyebabkan minyak goreng mahal dan langka *). Sementara ini ada 4 (empat) orang tersangka dalam kasus ini, salah satu tersangkanya adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan. Semoga kelangkaan pasokan dan kenaikan harga minyak goreng cepat selesai, dan rakyat bisa menikmati gorengan lagi kapanpun dan dimanapun.

*) Terbongkarnya Kasus Dirjen Kemendag Penyebab Minyak Goreng Mahal-Langka. Link: https://news.detik.com/berita/d-6041598/terbongkarnya-kasus-dirjen-kemendag-penyebab-minyak-goreng-mahal-langka

 

Sebuah Respon Solutif Dari Sebuah Lembaga Yang Dilebur: Kapal Riset Baruna Jaya 1    

Penulis ingat saat terjadi kecelakaan pesawat Air Asia tujuan Surabaya - Singapura dengan nomor penerbangan QZ-8501 pada hari Minggu tanggal 28 Desember 2014. Badan SAR (Search And Rescue) Nasional atau BASARNAS sebagai badan yang berwenang dalam melakukan pencarian terhadap kecelakaan di darat, laut dan udara telah melakukan upaya pencarian mengerahkan beberapa armada kapal laut. Salah satu armada yang terlibat adalah kapal Baruna Jaya 1 milik BPPT, dimana keterlibatan Kapal Baruna Jaya 1 untuk melaksanakan perintah Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo. 

 


 

Kapal Baruna Jaya 1 merupakan kapal riset milik BPPT yang diberi tugas untuk melakukan pengkajian dan penerapan teknologi survei kelautan, memberikan pelayanan jasa teknologi survei kelautan, mengelola armada kapal riset Baruna Jaya, dan mengelola data hasil survei. Kapal tersebut diluncurkan pada 1989 dan kali pertama diapungkan ke laut dari Galangan CMN di Cherbourg, Perancis. Kapal ini berfungsi untuk meneliti laut dalam. Adapun, kapal ini memiliki spesifikasi fisik dengan panjang 60,4 meter dan lebar 11,6 meter. Kapal ini memiliki berat 1.184 ton. KR Baruna Jaya 1 yang diawaki 17 kru serta menampung 128 peneliti pernah digunakan dalam sejumlah misi dan riset penting. 

Kembali ke operasi pencarian korban kecelakaan pesawat Air Asia tujuan Surabaya - Singapura dengan nomor penerbangan QZ-8501. Selama kegiatan berlangsung, Kapal Baruna Jaya 1 telah berhasil menemukan satu mayat penumpang Air Asia QZ8501, menemukan suspect yang diduga merupakan debris pesawat Air Asia QZ8501, memverifikasi lokasi black box di posisi 30 37’ 21.1” S  1090 42’ 42.6” E, serta menemukan suspect badan pesawat Air Asia dengan dimensi 10 m x 4 m x 2.5 m di posisi 30 37’ 20.7” S  1090 42’ 43” E. 

 

 Keterangan Gambar: Aktivitas awak Baruna Jaya 1 saat proses pencarian dan evakuasi pesawat terbang Air Asia QZ 8501.

 

Bahkan nahkoda kapal Baruna Jaya 1, Ishak Ismail, mendapatkan tanda kehormatan dari Presiden Joko Widodo pada tahun 2015 karena ikut berjasa dalam proses pencarian dan evakuasi pesawat terbang Air Asia QZ 8501 di Selat Karimata. Ishak Ismail merupakan Pegawai Pemerintah Non Pegawai Negeri (PPNPN). Namun sangat disayangkan, sejak peleburan Lembaga Litbangjirap (Penelitian Pengembangan Pengkajian Penerapan) kedalam BRIN telah terjadi pemutusan sepihak terhadap 33 anak buah kapal (ABK) di Kapal Riset (KR) Baruna Jaya, yang didalannya termasuk Ishak Ismail penerima tanda kehormatan dari Presiden Joko Widodo. Sungguh sangat memprihatinkan.

BRIN Berhentikan Awak Honorer Kapal Riset Baruna Jaya, Tak Ada Pesangon. Link: https://news.detik.com/berita/d-5880480/brin-berhentikan-awak-honorer-kapal-riset-baruna-jaya-tak-ada-pesangon

 

to be continued .........




 

+62 812-9614-6386


ygdn2021@gmail.com

aviessiena2000@yahoo.com

 

 

CV Penulis:  https://drive.google.com/file/d/1LwXWQDGS8xVbAtKpV3_XOrELy3KAWS99/view?usp=sharing

Google Scholar Penulis

Link: https://scholar.google.com/citations?hl=id&view_op=list_works&gmla=AJsN-F6F3vEvezSjLOHk002jLjmGv6v_l42xK6WWNnVjYGiX98SWMB5eTGXY7EBmjzYMxqmPIIAHtZl0lil5k6tpaMdFgqJRmExXDdaEIJXKvSc6vp8OMJs&user=sSHR7sMAAAAJ

Tidak ada komentar:

Tingkat Kesiapan Inovasi (KATSINOV)

  TINGKAT KESIAPAN INOVASI (KATSINOV) Oleh: Susalit Setyo Wibowo A.     Konsep KATSINOV Pengukuran dan Penetapan Tingkat Kesiapan Inovas...